https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Pengusutan Kasus Duta Palma Dinilai Pulihkan Citra Sawit

Pengusutan Kasus Duta Palma Dinilai Pulihkan Citra Sawit

Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto. Foto: Ist.


Jakarta, elaeis.co - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengapresiasi dan mendukung langkah penegakan hukum yang tegas oleh Kejaksaan Agung (kejagung) dengan menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penyerobotan hutan di Provinsi Riau.

Penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku deforestasi ilegal dinilai akan mengembalikan citra positif bagi produk minyak sawit Indonesia yang kerap dinilai hasil deforestasi ilegal.

Surya Darmadi adalah pemilik PT Duta Palma Grup yang memiliki 5 anak usaha dan 2 pabrik kelapa sawit (PKS). Awal Agustus lalu Kejagung menetapkan Surya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan seluas 37.095 hektare di Riau yang diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp 78 triliun. Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan Surya Darmadis sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto mengatakan, apa yang dilakukan oleh Kejagung layak diapresiasi karena menyelamatkan negara dari kerugian terbesar dalam kasus tindak pidana korupsi di sektor kehutanan.

“Ini juga harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan penegakan hukum yang sama terhadap berbagai kasus penyerobotan kawasan hutan secara ilegal lainnya di wilayah sentra sawit," katanya lewat siaran pers yang diterima elaeis.co, Kamis (18/8).

“Kasus seperti ini sering kali melibatkan para pemodal dan penguasa yang dengan menggunakan kewenangannya melakukan korupsi di sektor kehutanan maupun dalam pembangunan perkebunan sawit”, tambahnya. 

Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kasus penyerobotan kawasan hutan seperti ini sudah menjadi persoalan laten di kedua sektor tersebut sehingga penegakan hukum harus dilakukan untuk menindak tegas pelaku perusakan hutan dan lingkungan yang hingga saat ini masih berlangsung. Penegakan hukum juga diperlukan untuk perbaikan tata kelola kehutanan maupun pengembangan perkebunan sawit ke depannya.

“Selain mencegah praktik korupsi yang merugikan negara triliunan rupiah, penegakan hukum juga akan berdampak padda pemulihan citra buruk sektor kehutanan maupun pengembangan sawit di Indonesia yang selama ini dinilai tidak sustain karena dihasilkan dari kegiatan deforestasi ilegal terutama pada kawasan hutan dalam skala yang besar," tegas Darto.

Dia menekankan bahwa tuduhan deforestasi ilegal pada industri sawit nasional yang dikuasai oleh pemilik modal berdampak buruk pada petani sawit. Padahal petani hanyalah korban dalam dinamika klaim oleh pelaku usaha bisnis besar, bahwa petani kecil adalah pelaku deforestasi.

Darto menilai konflik di kawasan hutan memiliki tipologi cukup bergam. Mulai dari penyerobotan kawasan hutan, tumpang tindih kebun sawit petani dengan kawasan hutan, tumpang tindih dengan HGU atau perizinan lainnya, dan lain-lain.

"Tetapi data terkait deforestasi ilegal pada kawasan hutan sebenarnya sudah ada, tinggal komitmen dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengindentifikasi siapa yang menguasai lahan tersebut dan bagaimana keterlibatan serta relasinya terhadap penguasa yang memiliki kewenangan dalam membuat dan mengambil kebijakan," tukasnya.

Perlu diketahui bahwa Kementerian Pertanian sudah merilis luas tutupan sawit di Indonesia sebesar 16,3 juta hektare, 6,72 juta hektare diantaranya disebut milik petani.

"Terdapat aturan lain yang menjelaskan skala luasan bagi pekebun sawit adalah kurang dari 25 hektare. Berdasarkan data analisis citra satelit Yayasan Auriga Nusantara dan SPOS Indonesia, hanya 1,9 juta hektare perkebunan rakyat kurang dari 25 hektare. Dengan kata lain, 4,8 juta hektare bukan masuk kategori petani atau pekebun sawit, tetapi masuk kedalam kategori perusahaan kecil dan menengah," bebernya.

Dari data tersebut, katanya, hanya 750 ribu hektare untuk kategori petani sawit kurang dari 25 hektare masuk dalam kawasan hutan dengan beragam masalah dan karakteristik di dalamnya. Ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan luasan lebih dari 25 hektare, termasuk perusahaan perkebunan.

“Berdasarkan data penguasaan sawit dalam kawasan hutan di atas, maka sudah seharusnya pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan audit kembali terhadap penguasaan tanah skala luas di dalam kawasan hutan serta mengambil tindakan hukum yang tegas bagi para pelaku deforestasi ilegal dalam kawasan hutan yang berpotensi telah merugikan negara," tegasnya.

 

Komentar Via Facebook :