https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Penyelesaian Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang Pakai Prioritisasi

Penyelesaian Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang Pakai Prioritisasi

Rapat koordinasi membahas pemanfaatan ruang dan kawasan hutan di Kemenko Perekonomian beberapa waktu lalu. Foto: Kemenko Perekonomian


Jakarta, elaeis.co - Urusan kawasan hutan, baik yang terkait dengan perkebunan kelapa sawit atau bukan, kini juga turut diurusi oleh Kementerian Koordinator (kemenko) Bidang Perekonomian.

Dilansir dari laman resmi Kemenko Perekonomian, pada Selasa (25/1/2022) lalu telah berlangsung Rapat Koordinasi Penyepakatan Provinsi Prioritas dan Rencana Aksi Penyelesaian Ketidaksesuaian Batas Daerah, Tata Ruang, dan Kawasan Hutan yang digelar oleh Tim Koordinasi Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan Hak Atas Tanah. Rapat yang berlangsung di Kemenko Perekonomian itu baru dipublikasikan pada Jumat (4/2/2022) lalu. 

Rapat koordinasi itu dihadiri oleh Kementerian ATR/BPN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Sekretariat Kabinet, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Asisten Deputi Penataan Ruang dan Pertanahan Kemenko Perekonomian, Dodi S Riyadi, menyebutkan, rapat digelar untuk menjalankan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaiaan Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin dan Hak Atas Tanah.

Dari PP itu kemudian telah diterbitkan Keputusan Menteri Koordinator (Kepmenko) Perekonomian Nomor 222 – Nomor 255 Tahun 2021 tentang Peta Indikatif Tumpang Tindih Pemanfaatan Ruang (PITTI) Ketidaksesuaian Batas Daerah, Tata Ruang, dan Kawasan Hutan di 34 Provinsi pada tanggal 28 Oktober 2021.

“Penyelesaian ketidaksesuaian dilakukan terhadap semua provinsi, akan tetapi prioritisasi dilakukan untuk mendorong provinsi yang benar-benar telah siap,” ujar Dodi S Riyadi.

Ia menyebutkan, kriteria dalam prioritisasi antara lain didasarkan pada jenis/tipologi ketidaksesuaian, dampak penting ketidaksesuaian, luasan ketidaksesuaian, lokasi ketidaksesuaian, dan kebijakan nasional yang bersifat strategis.

Dalam rapat itu pihak Subdirektorat Pengukuhan Kawasan Hutan Wilayah II, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), juga mengusulkan Rencana Aksi (Renaksi) untuk sektor kehutanan agar ditambahkan kriteria yakni provinsi yang telah menyelesaikan penetapan kawasan hutan lebih dari 90%.

Lalu kriteria provinsi yang tidak ada perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan, dan provinsi yang memiliki Perda RTRWP baru (tiga tahun terakhir) dalam menentukan provinsi prioritas pelaksanaan penyelesaian ketidaksesuaian.

Sejalan dengan hal itu juga dilakukan pembahasan terkait Rencana Aksi Penyelesaian Ketidaksesuaian Batas Daerah, Tata Ruang dan Kawasan Hutan. 

Muatan rencana aksi itu berisikan tahapan kegiatan, target dan waktu pelaksanaan, penanggung jawab, serta indikator pencapaian. 

Rencana aksi itu kemudian disepakati di tingkat pemerintah pusat dan daerah. Adapun implementasinya selanjutnya dilaporkan melalui SI-PITTI (e-monev) sebagai bentuk monitoring perkembangan proses penyelesaian ketidaksesuaian batas daerah, tata ruang dan kawasan hutan. 


 

Komentar Via Facebook :