Berita / Kalimantan /
Perambah ini Klaim Kebun Sawit di Taman Nasional Tanjung Puting Tanah Nenek Moyangnya
Jakarta, elaeis.co - Tim Operasi SPORC Brigade Kalaweit Seksi Wilayah I Palangka Raya Balai Gakkum KLHK Kalimantan bersama dengan polhut Balai Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) mengamankan seorang pelaku tindak pidana perambahan hutan berinisial HJ (48), warga Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
Pelaku merupakan perambah dan membuka kebun sawit di wilayah TNPT yang secara administrasi berada Kecamatan Hanau, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah.
Hasil pemeriksaan diketahui bahwa HJ sengaja melakukan perambahan TNTP dengan cara menanam kebun sawit tanpa memiliki surat tanah. "Dia mengklaim itu tanah nenek moyang. Pelaku juga mengaku telah mengajukan berkas administrasi Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," kata Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan, David Muhammad.
Kebun sawit yang digarap HJ ditemukan ketika tim sedang melakukan kegiatan Operasi Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK di Wilayah Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah II TNPT DI Kecamatan Hanau. Tim menemukan lahan sawit yang sudah ditanam seluas lebih 5 hektar, namun tidak ditemukan orang di lokasi.
Tim langsung menyegel lokasi kebun sawit tersebut yang berada sekitar 2 kilometer masuk ke dalam wilayah TNTP.
Saat tim pulang ke Kantor Seksi SPTN Wilayah II Pembuang Hulu, HJ mendatangi petugas dan menjelaskan dialah yang memiliki dan menggarap lahan untuk perkebunan sawit. Tim langaung mengamankannya dan setelah melalui pemeriksaan yang mendalam, akhirnya penyidik Balai Gakkum Wilayah Kalimantan menetapkan HJ (48) sebagai tersangka.
Dia saat ini dititipkan di Rumah Tahanan Negara Polda Kalteng di Palangka Raya. 1 berkas fotocopy surat usulan TORA, 4 buah tanaman sawit, 2 buah tanaman durian, dan 2 buah tanaman cempedak disita dan diamankan di Kantor Gakkum KLHK Kalimantan Seksi Wilayah I di Palangka Raya sebagai barang bukti.
Menurut David, penyidik menjerat tersangka dengan pasal yaitu : Pasal 33 ayat (3), Pasal 40 ayat (2) UU RI No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan atau Pasal 17 ayat (2) huruf b serta Pasal 92 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sebagaimana diubah pada Bab 3, Bagian keempat, paragraf 4 Pasal 92 ayat (1) huruf b UU RI Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
"Ancaman hukumannya pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar,” sebutnya.
Komentar Via Facebook :