https://www.elaeis.co

Berita / Mitos dan Fakta /

Perkembangan Mutakhir Industri Sawit Indonesia: Pola PIR, Pintu Masuk Rakyat dalam Perkebunan Sawit

Perkembangan Mutakhir Industri Sawit Indonesia: Pola PIR, Pintu Masuk Rakyat dalam Perkebunan Sawit

Ilustrasi Perkebunan kelapa sawit. Foto: Dok. Elaeis


BERBAGAI pola PIR yang dilaksanakan oleh pemerintah tersebut menjadi pintu masuk (entry point) keikutsertaan rakyat dalam perkebunan kelapa sawit nasional.

Rangkaian kebijakan dan program PIR tersebut, bukan hanya berhasil mengembangkan perkebunan rakyat sebagai  peserta PIR (petani plasma), tapi juga merangsang dan meyakinkan petani lain (di luar plasma) untuk masuk dan berinvestasi dalam perkebunan kelapa sawit secara mandiri yang kemudian dikenal sebagai petani plasma.

Dukungan kebijakan pemerintah pusat dan daerah (desentralisasi), baik implementasi berbagai model PIR dan kemitraan maupun dukungan tata kelola perizinan, telah berhasil mengakselerasi perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat dari sekitar 294,5 ribu hektar pada tahun 1980 menjadi sekitar 15,1 juta hektar pada tahun 2021. Demikian juga dengan volume produksi CPO meningkat dari sekitar 721,3 ribu ton menjadi 49,7 juta ton pada periode yang sama.

Selain pertumbuhannya yang revolusioner, hal lain yang mengesankan adalah pertumbuhan perkebunan kelapa sawit rakyat yang relatif cepat. Selama periode tahun 1980-2021, pangsa perkebunan kelapa sawit rakyat meningkat dari hanya sekitar 2 persen menjadi 40 persen.

Pangsa perkebunan kelapa sawit swasta juga meningkat dari 30 persen menjadi 56 persen. Sementara itu, meski pun peningkatan luas perkebunan kelapa sawit negara secara absolut  meningkat, namun pangsanya menurun dari 68 persen menjadi 4 persen.

Dari segi peningkatan produksi minyak sawit (suply side), perkebunan kelapa sawit  Indonesia sedang bergeser dari peningkatan produksi yang dihela oleh perluasan lahan (factor-driven) kepada pemanfaatan modal dan kemudian pemanfaatan inovasi.

Untuk memperluas pemanfaatan dan nilai tambah kelapa sawit di dalam negeri, pemerintah Indonesia pada tahun 1976 telah membangun industri hilir pertama yakni Pamina (saat ini milik PTPN IV) di Adolina Sumatera Utara.  Percepatan hilirisasi kelapa sawit Indonesia dimulai sejak tahun 2011. Tiga jalur hilirisasi perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah sebagai berikut:

Pertama, jalur Hilirisasi Oleooangan (Oleofood Complex), yakni pendalaman industri-industri yang mengolah mintak sawit (CPO dan CPKO) menjadi bahan pangan baik produk olahan antara (refined palm oil) maupun produk akhir berbasis minyak sawit (palm oil-based product).

Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia antara lain minyak goreng sawit, margarin, shortening, ice cream, Cocos butter, soecialty-fats, dan lain-lain.

Kedua, jalur Hilirisasi Oleokimia (Oleochermical Complex) yakni industri-industri yang mengolah kelapa sawit untuk menghasilkan produk oleokimia dasar (fatty acid, fatty alcohol, methyil Ester, soap noodle, gliserin) maupun produk eleokimia lanjutan seperti  biosurfactan (detergen/sabun, shampo toiletriesvdan kosmetik, biolub ricant/biopelumas dan lain-lain.

Ketiga, jalur Hilirisasi Biofuel/Biofuel/Bioenegy Complex) yakni industri-industri yang mengolah dan menggunakan kelapa (minyak dan biomassa) untuk menghasilkan produk energi seperti biodiesel, biohidrokarbon, briket arang dan lain-lain. (sumber: Buku Mitos vs Fakta Industri Minyak Sawit Indonesia dalam Isu Sosial, Ekonomi dan Lingkungan Global Edisi Keempat, PASPI 2023/bersambung)

Komentar Via Facebook :