Berita / Lingkungan /
Permohonan PK KLHK Dikabulkan, MA Hukum PT KS Harus Bayar Ganti Rugi Kebakaran Lahan Rp175 M
Jakarta, elaeis.co - PT Kumai Sentosa (PT KS) dituntut tanggung jawab atas kebakaran lahan di lokasi kebun sawit seluas 3.000 hektar yang telah berdampak luas terhadap lingkungan hidup.
Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang terdiri dari Ketua Majelis Dr Yakup Ginting, SH.,CN.,M.Kn, Hakim Anggota Dr. Drs M. Yunus Wahab,S.H.,M.H dan Dr. Nani Indrawati, S.H., M.Hum pada tanggal 18 Juli 2023 telah mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan menghukum PT KS untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada KLHK melalui rekening kas negara sebesar Rp 175.179.930.000,-.
Baca Juga: Kembali, Kecelakaan Kerja Terjadi di PT PAS, Satu Pekerja Meninggal Dunia
Atas putusan PK ini, Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK, Rasio Ridho Sani menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada Majelis Hakim MA yang telah memutus perkara PT KS dengan menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle) dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability).
PT KS harus bertanggung jawab atas kebakaran lahan di lokasi kebun sawit seluas 3.000 Ha yang telah berdampak luas terhadap lingkungan hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat karena asap yang ditimbulkan, kerusakan lahan, kehilangan biodiversity dan menghambat komitmen pemerintah dalam pencapaian agenda perubahan iklim, khususnya pencapaian Folu Net Sink 2030.
Baca Juga: Turun Tipis, Harga Kelapa Sawit di Kalbar Bertengger di Angka Rp2.257,51/Kg
“Putusan MA ini harus memberikan pembelajaran kepada setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk tidak melakukan pembukaan maupun pengolahan lahan dengan cara membakar dan tidak membiarkan terjadinya kebakaran lahan di lokasi dan/atau kegiatannya dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary principle)," katanya.
"Kami tidak akan berhenti menindak pelaku pembakaran lahan yang mengakibatkan perusakan lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian lingkungan hidup. Melalui teknologi termasuk penggunakan satelit, kami akan memonitor lokasi-lokasi yang terbakar. Kami akan gunakan semua instrumen penegakan hukum yang menjadi kewenangan kami baik penerapan sanksi administratif, penegakan hukum perdata (penyelesaian sengketa lingkungan hidup) maupun penegakan hukum pidana,” tegas Rasio dalam konferensi pers di Jakarta, (18/8), dilansir elaeis.co dari menlhk.go.id, Senin (21/8).
“Kami juga tidak akan berhenti menindak pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, termasuk kejahatan terkait dengan kebakaran hutan dan lahan. Indonesia harus bebas asap. Kita harus melindungi masyarakat dari bencana asap dan bencana ekologis lainnya. Sudah sepantasnya pelaku kejahatan sumber daya alam dihukum seberat-beratnya, sehingga memberikan efek jera,” sambung Rasio.
Rasio Sani menambahkan, pihaknya sudah memerintahkan Direktur Penyelesaian Sengketa KLHK sebagai Kuasa Hukum Menteri LHK, setelah menerima relaas (surat panggilan) pemberitahuan isi dan salinan putusan MA dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, agar segera berkoordinasi dengan Ketua Pengadilan Negeri Pangkalan Bun, termasuk menyiapkan langkah-langkah sita eksekusi atas aset-aset PT KS agar proses eksekusi dapat segera dilaksanakan.
Gugatan Menteri LHK melawan PT KS didaftarkan di Pengadilan Negeri Pangkalan Bun pada tanggal 16 November 2020 atas dasar terjadinya kebakaran lahan seluas 3.000 Hektar di Desa Sungai Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Pengadilan Negeri Pangkalan Bun memutus perkara nomor: 39/Pdt.G/LH/2020/PN.PBu tanggal 23 September 2021 dengan amar putusan menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada penggugat melalui rekening kas negara sejumlah 175.179.930.000,- dan menghukum tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada areal tersebut.
Atas dasar putusan Pengadilan Negeri Pangkalan Bun tersebut, Menteri LHK melalui kuasanya mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya melalui Pengadilan Negeri Pangkalan Bun yang kemudian disusul dengan upaya hukum banding PT KS. Pengadilan Tinggi Palangkaraya selanjutnya memutus perkara nomor: 102/Pdt.G-LH/2021/PT PLK yang dalam amar putusannya menolak gugatan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dari Terbanding/Pembanding semula Penggugat untuk seluruhnya dan menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dari perkara tersebut.
Terhadap putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya tersebut, Menteri LHK melalui kuasanya melakukan upaya hukum kasasi. Namun, pada tingkat kasasi ini, berkas permohonan dikembalikan oleh MA sesuai dengan Surat Edaran Ketua MA Nomor 08 Tahun 2011 tentang Perkara yang tidak memenuhi syarat kasasi dan PK. Keberatan atas berkas permohonan kasasi dikembalikan, KLHK mengajuan permohonan PK ke MA yang kemudian pada tanggal 18 Juli 2023 perkara Nomor 527 PK/Pdt/2023 diputus dengan amar putusan pada pokok perkara: (1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; (2) Menyatakan gugatan ini menggunakan pembuktian dengan Prinsip Pertanggungjawaban Mutlak (Strict Liability); (3) Menyatakan Tergugat bertanggung jawab mutlak atas peristiwa kebakaran lahan pengelolaan Tergugat yang terletak di Desa Sei Cabang, Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah sebagaimana dalam Peta Lokasi Areal Terbakar Inti PT Kumai Sentosa (bukti surat bertanda T.50); (4) Menghukum Tergugat untuk membayar ganti rugi materiil secara tunai kepada Penggugat melalui Rekening Kas Negara sejumlah Rp175.179.930.000,00 (5) Menghukum Tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup pada areal tersebut di atas; (6) Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya.
Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup sekaligus Kuasa Hukum Menteri LHK, mengatakan bahwa dikabulkannya permohononan PK Kementerian LHK oleh MA menunjukkan keseriusan KLHK dalam menindak pelaku pembakar lahan dan komitmen yang kuat dari Majelis Hakim Agung terhadap korporasi yang tidak serius dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di bidang pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengendalian karhutla.
Ragil menambahkan bahwa dalam penanganan karhuta, KLHK telah menggugat 22 perusahaan, dimana 14 perusahaan diantaranya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) dengan total nilai putusan sebesar Rp5.603.326.301.249 yang terdiri dari 7 (tujuh) perusahaan proses eksekusi sebesar Rp1.976.677.343.700 dan 7 (tujuh) perusahaan persiapan eksekusi sebesar Rp2.553.735.035.049.
Dari 7 (tujuh) perusahaan dalam proses eksekusi, 2 (dua) perusahaan diantaranya telah menyatakan komitmennya untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi dan tindakan pemulihan lingkungan hidup sesuai dengan isi putusan pengadilan, yaitu PT Kallista Alam (PT KA) dan Surya Panen Subur (PT SPS) yang keduanya berlokasi di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.
Untuk mengantisipasi terjadinya kebakaran hutan dan lahan, KLHK juga melakukan monitoring terhadap titik panas (hot spot) secara kontinyu sejak Januari 2023 s.d. Agustus 2023 dan telah memberikan peringatan kepada perusahaan yang terindikasi adanya titik panas (hot spot) dengan tingkat kepercayaan diatas 79% sejumlah 99 Surat Peringatan Kebakaran Hutan dan Lahan.
Untuk penguatan penegakan hukum tindak pidana karhutla telah dibentuk Satgas Penegakah Hukum Terpadu menindaklanjuti Nota Kesepahaman antara Menteri LHK, Kapolri dan Jaksa Agung. Melalui Satgas Penegakan Hukum terpadu penanganan kasus-kasus Karhutla dilakukan secara bersama antara penyidik KLHK, Penyidik Polri dan Jaksa.
Komentar Via Facebook :