Berita / Nusantara /
Perusahaan Diminta Perbaiki Kerja Sama dengan Petani Plasma
Jakarta, Elaeis.co - Dimediasi oleh Bupati Banggai Amirudin Tamoreka, perseteruan antara petani plasma di Kecamatan Batui dan Batui Selatan dengan PT Sawindo Cemerlang (SC) mulai mereda.
Sebelumnya, petani yang menjadi anggota Koperasi Sawit Maleo Sejahtera (SMS) terlibat konflik berkepanjangan dengan PT SC. Petani menuntut transparansi tanggung renteng perusahaan, kejelasan bagi hasil, maupun lahan petani yang diduga dirampas paksa oleh perusahaan. Mereka juga menuntut pembubaran pengurus koperasi yang dinilai tak becus dan jadi dalang konflik dengan perusahaan.
Saat mempertemukan kedua kubu di kantornya, Bupati Amirudin meminta perusahaan melibatkan petani plasma setiap melakukan panen buah sawit. Tujuannya agar bisa diketahui area mana yang dipanen, berapa hasil panen, maupun berapa hasil penjualannya.
“Ke depan harus libatkan petani plasma supaya transparan,” katanya, dikutip Tribunpalu.com.
Amirudin juga meminta perusahaan merawat pohon sawit agar hasil panen meningkat, serta memperbaiki jalan agar mobilisasi buah hasil panen lancar.
Saran Amirudin diterima oleh kedua belah pihak.
“Sudah ada 2 ekskavator di lapangan untuk perbaikan jalan,” kata perwakilan perusahaan yang menghadiri mediasi.
Dalam rapat itu, Amirudin sempat mempertanyakan presentasi pihak perusahaan soal Calon Petani dan Calon Lahan atau CPCL. Kata dia, CPCL ada bila lahan sawit tersebut adalah milik negara yang dikonversi ke lahan Area Penggunaan Lain (APL).
Berdasarkan aturan, 20 persen dari luas lahan APL harus diberikan ke petani agar masyarakat setempat bisa sejahtera. Setelah itu, barulah CPCL dilegitimasi melalui Surat Keputusan (SK) bupati.
“Tapi faktanya kan petani sudah punya sertifikat. Jadi tidak bisa dikatakan CPCL,” tandas Amirudin.
Selain itu, sistem tanggung renteng perusahaan juga dia koreksi. Menurutnya, hasil panen masing-masing blok kebun tidak boleh dicampuradukkan dalam perhitungan tanggung renteng.
“Kalau panen di area Alfa, jangan dihitung sama dengan area Bravo. Karena luasnya berbeda,” paparnya.
Kredit petani plasma sebesar Rp 63 juta harus realistis dan disesuaikan dengan fakta di lapangan. Perusahaan disebutkan harus menanam 136 pokok per hektar, tapi faktanya tidak semuanya dipenuhi.
“Hendaknya segera diperbaiki agar tidak merugikan petani,” harapnya.
Komentar Via Facebook :