Berita / Sumatera /
Petani Bakal 'Buntung' Terus Kalau Pemprov Bengkulu Tak Bikin PKS Sendiri
Bengkulu, elaeis.co - Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Bengkulu menyebut harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akan terus dipermainkan oleh pabrik kelapa sawit (PKS) selama masih dikelola oleh swasta.
Pasalnya swasta akan selalu berusaha mendapatkan harga lebih rendah dibandingkan harga yang ditetapkan oleh Tim Penetapan Harga TBS Provinsi Bengkulu.
"Kalau masih swasta yang pegang kendali komoditas ini, permainan harga pasti tetap ada. Apalagi PKS yang punya kebun di Bengkulu sedikit," kata Kepala Kanwil DJPb Provinsi Bengkulu, Syarwan kepada elaeis.co, kemarin.
Di Provinsi Bengkulu sendiri, ada 33 pabrik minyak sawit mentah yang beroperasi. Dari jumlah itu hanya 8 yang memiliki perkebunan kelapa sawit. Sisanya mengandalkan TBS dari petani untuk diolah jadi CPO.
"Nah, melihat dari data itu seharusnya pabrik mematuhi harga TBS yang telah ditetapkan pemerintah. Namun nyatanya mereka rata-rata membeli TBS dibawah harga ketetapan," ujarnya.
Melihat kondisi ini, mestinya kata Syarwan, Pemprov Bengkulu sudah memikirkan untuk punya pabrik kelapa sawit sendiri yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Sebab PKS merupakan jadi patokan harga TBS di daerah. Sehingga ketika ada permainan harga, maka PKS milik BUMD yang akan menampung seluruh TBS milik petani.
"Kalau ada PKS milik pemerintah, maka harga TBS akan sulit dimainkan. Pada intinya keberadaan PKS pemerintah bisa diandalkan untuk mendongkrak harga TBS," tuturnya.
Tidak hanya PKS, dengan luas perkebunan kelapa sawit tidak kurang dari 200 ribu hektare, Pemprov Bengkulu juga sudah sepatutnya memiliki pabrik minyak goreng sendiri. Namun sayangnya hingga kini 'sebiji' pun belum ada pabrik tersebut di Bengkulu.
"Kalau lihat luas perkebunan sawit, mestinya tidak hanya PKS, pemerintah daerah juga harus memiliki pabrik pengelolaan CPO menjadi minyak goreng dan solar. Dengan begitu, pemerintah daerah bisa menampung semua CPO yang ada di daerah," kata dia.
"Jadi, harga CPO di daerah bisa juga lebih stabil dan tidak dipermainkan oleh pengusaha. Dalam hal ini kita bukan melarang pengusaha. Tapi apa salahnya pemerintah juga mendapatkan untung dan tidak menyengsarakan petani," ujarnya.
Dalam hal itu, Syarwan kembali menegaskan bahwa usulannya itu bukan melarang pengusaha CPO mengais rezeki di Bengkulu.
Namun, kata Syarwan, jika pengusaha ingin membagi untung dalam industri sawit di Bengkulu, jadikan petani sawit sebagai mitra. Sebab saat ini petani sawit menjerit karena harga tidak menentu.
"Biar saling menguntungkan, bukan sebaliknya, hanya pengusaha saja yang untung, petani 'buntung'. Kita juga berharap pemerintah daerah memikirkan hal tersebut, agar petani sawit kita bisa makin sejahtera," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :