https://www.elaeis.co

Berita / Serba-Serbi /

Petani Berontak: Korporasi HTI Jangan Tebang Sawit Kami!

Petani Berontak: Korporasi HTI Jangan Tebang Sawit Kami!

Puluhan petani saat beradu argumentasi dengan pihak BBSI tentang aktivitas penebangan liar kebun kelapa, yang diklaim punya hak di lahan yang sama. (Hamdan/Elaeis)


Rengat, elaeis.co - Puluhan masyarakat asal Desa Talang Bersemi, Talang Mulia di Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, berontak melawan PT Bukit Betabu Sei Indah (BBSI), yang dituduh telah memporak-porandakan perkebunan kelapa sawit sebagai tumpuan harapan sumber mata pencaharian petani.

Bentuk perlawanan itu, petani terjun ke lokasi meminta kepada pihak manajemen perusahan hutan tanaman industri (HTI) agar aktivitasnya di-stop sementara sampai permasalahan ini ada titik penyelesaiannya, Sabtu (25/3). 

Pantauan elaeis.co, aksi protes tersebut dipimpin langsung Kepala Desa (Kades) Talang Bersemi, Sugiatno, dan Kepala Desa Talang Mulia, Solekhan. Di sana, petani bermohon kepada manajemen menghentikan aktivitas alat berat yang terus melakukan penggusuran tanaman kelapa sawit.

"Saya perwakilan masyarakat meminta alat berat perusahan jangan beroperasi dulu, petani punya hak di atas tanah yang disengketakan ini, yaitu ada tanam kelapa sawit milik warga," kata Solekhan.

Pemintaan Solekhan bak gayung bersambut. Salah satu pekerja PT BBSI tidak mau menghentikan aktivitas alat berat tersebut. Masyarakat lantas tersulut emosi hingga terjadi cekcok mulut nyaris bentrok, meski pada akhirnya situasi dapat kembali mencair setelah manager BBSI state Peranap menawarkan opsi mediasi di kantor.

"Kita kesal melihat korporasi sesuka hati menindas petani. Kalaulah lahan yang sudah ditanami kelapa sawit itu masuk dalam rencana kerja tahunan (RKT) BBSI, seyogyanya disosialisasikan kepada pemerintah desa ataupun warga, jangan membabi-buta melakukan penebangan," terangnya kepada elaeis.co.

Baca juga: Petani Terkulai Lihat Kebun Sawitnya Ditebangi, Ini Kata Pihak Korporasi

Dalam mediasi yang dipimpin oleh P. Purba, selaku manager PT BBSI di Kantor state Peranap, beberapa perwakilan masyarakat manyampaikan tuntutan, yakni korporasi menghentikan pengoperasian kegiatan staking kebun sawit warga sebelum ada titit terang soal status lahan. 

Kedua, masyarakat meminta adanya kompensasi dari pihak perusahaan terkait belasan hektar tanaman kelapa sawit yang saat ini sudah rata dengan tanah ulah kebijakan PT BBSI.

Manager PT BBSI, P. Purba, menanggapi tuntutan masyarakat, mengatakan pihaknya akan menyampaikan persoalan ini ke pimpinan pusat. Ia juga menyarankan kepada warga yang merasa memiliki kebun kelapa sawit dalam areal konsesi untuk dapat mengumpulkan data kepemilikan lahan. 

"Apabila bekas alas hak tanah telah terkumpul, saya sarankan melakukan pengajuan kepemilikan lahan di konsesi PT BBSI ke pemerintah setingkat kecamatan, Bupati, Gubernur untuk meminta pihak perusahan membebaskan lahan yang dimaksud," katanya.

Soal pengoperasian alat berat, PT BBSI bersedia menghentikan operasional sementara sesuai keinginan masyarakat selama sepekan ke depan terhitung sejak tanggal 25 sampai 31 Maret 2023. Hal itu tertuang dalam notulen surat kesepakatan antara masyarakat dengan perusahaan hasil mediasi.

Dia menjelaskan, target rencana kerja tahunan (RKT) PT BBSI tahun ini kurang lebih sekitar 60 hektar, dan lahan yang sudah dikerjakan dengan luasan sekitar 14 hektar. Semua areal saat ini sudah ditanam perkebunan kelapa sawit.

Terpisah, Soleman, salah satu warga Desa Talang Bersemi, mengatakan bahwa adanya konflik lahan ini dirinya bersama petani senasib sepenanggungan sangat mengharapkan negara hadir untuk mencarikan jalan keluar dalam persoalan ini.

"Kebun kelapa sawit itu satu-satunya penopang hidup ekonomi keluarga, yang ditanam sejak tahun 1999 - 2000 silam tanpa masalah. Jika konflik ini berkepanjangan, dipastikan kebutuhan dapur terguling, pendidikan anak sekolah yang sekarang sedang berjuang di perguruan tinggi bakal kandas karena penghasilan tidak ada lagi," curhatnya dengan elaeis.co

Lebih jauh Soleman menceritakan asal mula sebidang tanah yang saat ini dikuasainya, yaitu adalah hasil ganti rugi dari masyarakat suku pedalaman yang tinggal di Desa Anak Talang, Kecamatan Batang Cenaku, beberapa tahun silam.

"Lahan itu dulunya tempat warga bercocok tanam padi, jauh sebelum korporasi HTI ada. Dan tidak terbersit dalam benak saya bahwa lahan tersebut masuk dalam izin PT BBSI," pungkasnya. 

Persoalan konflik lahan dengan PT BBSI ini tidak hanya dialami oleh masyarakat di Kecamatan Batang Cenaku, melainkan juga pernah terjadi pada warga Kecamatan Rakit Kulim, Inhu, pada 2019 lalu. Sengketa tanah tersebut sempat memanas, dipicu setelah sejumlah tanaman kelapa sawit milik petani yang diduga diracun oleh pekerja korporasi.

Saat ini, kualitas pohon tanaman kelapa sawit milik petani tidak berproduksi secara maksimal lantaran pihak perusahan tanam pohon akasia di sela-sela lorong gang sawit.

"Ada sekitar 200 hektar kebun sawit punya petani sampai sekarang tidak dapat dirawat, kami meminta PT BBSI memanen itu hutan tanaman industri (HTI), dan kami diberi kesempatan menikmati merawat kebun, menjual tandan buah segar (TBS) sawit demi keberlangsungan hidup," kata Joni Sigiro.


 

Komentar Via Facebook :