Berita / Nusantara /
Petani Desak Tanah yang Dikuasai Perusahaan Sawit Segera Diredistribusikan
Jakarta, elaeis.co - Puluhan petani anggota Serikat Petani Indonesia (SPI) Tanjung Jabung Timur, Jambi, menggelar aksi unjuk rasa di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI (ATR/BPN).
Mereka menuntut kepada Menteri ATR/BPN tidak menerbitkan hak guna usaha (HGU) PT Kaswari Unggul di Tanjung Jabung Timur, segera melakukan redistribusi tanah objek reforma agraria (TORA) yang berkonflik dengan PT Kaswari Unggul, dan mengusut tuntas praktik mafia tanah di daerah tersebut.
SPI mengklaim PT Kaswari Unggul sudah 21 tahun beroperasi tapi tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU) dan melakukan penyerobotan tanah petani seluas 3.470 hektare. Itu sebabnya organisasi itu mendesak pemerintah segera meredistribusikan TORA yang dirampas oleh PT Kaswari Unggul kepada petani. Apalagi lokasi konflik sudah masuk ke dalam prioritas untuk diselesaikan oleh Kementerian ATR/BPN dan diwacanakan sebagai Major Project Reforma Agraria.
Ketua Cabang SPI Tanjung Jabung Timur, Ahya Ahadita, menjelaskan, masyarakat telah menguasai tanah dan bertani di Kuala Dendang dan sekitarnya sejak tahun 1960.
“Masyarakat memiliki bukti pancung alas dari lembaga adat setempat sejak tahun 1974 sebagai dasar penggarapan tanah, dan tahun 1995 mendapatkan Surat Keterangan Tanah (SKT)," terangnya melalui pernyataan resmi SPI.
Pada tahun 1982, warga transmigrasi dari Jawa masuk ke lokasi ini di bawah arahan Kepala Unit Permukiman Transmigrasi (KUPT). Pada 1995 tiba-tiba PT Kaswari Unggul mengklaim tanah yang dikuasai masyarakat dengan mengandalkan SK Bupati Tanjung Jabung Timur No. 593 tentang Izin Prinsip PT Kaswari Unggul.
Sarwadi, Ketua Wilayah SPI Jambi, menambahkan, 14 Februari 2013 perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan sawit itu mengajukan surat permohonan HGU ke BPN.
"Di tengah usulan itu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Tanjung Jabung Timur pada 5 November 2014 menyurati PT Kaswari perihal aktivitas penanaman sawit di kawasan hutan dan memerintahkan untuk mencabut atau memusnahkan tanaman kelapa sawit perusahaan dan menggantinya dengan tanaman hutan paling lambat 30 hari sejak diterimanya surat tersebut," ungkapnya.
Peringatan itu tak indahkan perusahaan. Lalu pada tanggal 11 Juli 2015 Menteri ATR/BPN RI menandatangani Surat Keputusan nomor 58/HGU/KEM/KEM-ATR/BPN/2015 tentang HGU atas nama PT Kaswari Unggul.
"Namun perusahaan ini tidak memenuhi syarat dan kewajiban yang tertera dalam SK tersebut, yakni menyerahkan bukti pelunasan setoran Bea Perolahan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Itu artinya SK HGU batal demi hukum dan PT Kaswari Unggul sampai dengan saat ini tak memiliki Sertipikat HGU," bebernya.
Menurut Sarwadi, dalam rentang 1996-2022 telah terjadi puluhan bentrokan di lapangan antara petani dan PT Kaswari Unggul. "Dua tahun terakhir terjadi banyak intimidasi dan kriminalisasi kepada petani, seperti penutupan jembatan akses jalan petani ke tanah pertanian, pencabutan/perusakan tanaman petani, pembongkaran rumah ladang petani, dan berbagai panggilan dari aparat penegak hukum," paparnya.
"Patut menjadi perhatian semua pihak bahwa pada tanggal 13 September 2022 Pemkab Tanjung Jabung Timur telah menerangkan PT Kaswari Unggul tidak terdaftar di BPHTB, yang berarti tidak melakukan pembayaran pajak penghasilan. Sementara tanah negara terus dikuasai dan dikelola perusahaan selama puluhan tahun, yang kemudian menyulut Konflik Agraria berkepanjangan," imbuhnya.
Agus Ruli Ardiansyah, Sekretaris Umum SPI menuturkan bahwa setelah pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada akhir 2020, kerja-kerja tim percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan Reforma Agraria tahun 2021 lalu, lokasi konflik agraria SPI dengan PT Kaswari Unggul di Tanjung Jabung Timur ini merupakan prioritas untuk diselesaikan Kementerian ATR/BPN.
“Bahkan telah ada rekomendasi dari DPRD Provinsi Jambi yang menyebutkan agar ATR/BPN tidak menerbitkan Sertifikat HGU PT Kaswari Unggul dan segera menyelesaikan konflik agraria dengan meredistribusikan tanah kepada petani," ujarnya.
Dia menegaskan bahwa aksi massa SPI di ATR/BPN menjadi pengingat agar konflik agraria tidak didiamkan. "Kami yakin Menteri ATR/BPN saat ini memiliki sikap dan kerja yang kuat untuk menunaikan perintah Presiden Jokowi, yakni menjalankan Reforma Agraria, mempercepat penyelesaian konflik agraria, dan memberantas mafia tanah," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :