Berita / Sumatera /
Petani Dinilai tak Paham Cicilan, Perusahaan Dituding tak Transparan
Jakarta, Elaeis.co - Petani sawit plasma binaan PT Sandabi Indah Lestari (SIL) di Desa Taba Tembilang, Bengkulu Utara, mengeluhkan bagi hasil panen yang tidak memuaskan. Sesuai kesepakatan bersama, hasil panen kebun plasma dibagi dengan PT SIL dengan komposisi 40:60. 40 persen harus diberikan ke perusahaan untuk pembayaran kredit petani.
Sekretaris Desa Taba Tembilang, Suhri Sandra, mengatakan, petani yang ikut program plasma merasa bagian mereka dari hasil panen tidak diserahkan sebagai mana mestinya. “Petani merasa kehilangan sawit. Saya juga ikut program plasma, kami merasa selalu dirugikan,” katanya, dikutip Realitapost.com.
Yang lebih meresahkan petani, katanya, hutang mereka tidak kunjung habis walaupun selalu menyetor cicilan. “Kami mau ada transparansi dari perusahaan, mana laporan setoran hutang kami. Mereka tidak pernah menunjukkannya,” tandasnya.
Menanggapi keluhan itu, Ketua koperasi plasma PT SIL, Panut, menjelaskan bahwa perusahaan sebenarnya tidak pernah memberikan pinjaman kepada petani sawit. Dalam skema plasma, perusahaan hanya sebagai penjamin dan yang memberikan pinjaman adalah bank.
“Saat ini perusahaan sangat dirugikan dengan keadaan yang terjadi, masyarakat harus mengetahui itu. Saat ini perusahaan rutin nombok angsuran petani kepada bank, itulah konsekuensi sebagai penjamin. Bagaimana tidak, banyak masyarakat yang tidak setor hasil plasma,” bebernya.
Menurutnya, telah terjadi kesalahpahaman di kalangan petani plasma karena mereka menganggap sudah selesai kewajiban jika sudah setor cicilan.
“Yang terjadi selama ini, petani menyetorkan hasil panen sawit tidak sebesar kewajiban mengangsur kredit. Ilustrasinya begini, jika kewajiban mereka Rp 4 juta per bulan dan hanya setor Rp 2 juta, maka perusahaan sebagai penanggung jawab harus menutupi kekurangannya. Itu yang membuat seolah hutang mereka tak kunjung lunas. Bagaimana mau lunas, wong setoran kurang terus,” tukasnya.
Manajer PT SIL, Petrus Silaban, menjelaskan, kerja sama dengan petani adalah wujud kepatuhan perusahaan terhadap amanat undang-undang. “Harus dilaksanakan oleh perusahaan sebagai upaya untuk menyejahterakan masyarakat di sekitar perusahaan,” jelasnya.
Menurutnya, dalam skema plasma, petani tidak mengeluarkan biaya apapun dan hanya diminta menyiapkan dokumen lahan.
“Semua proses di lahan tersebut, mulai dari penebasan, penanaman, pemupukan hingga berumur 5 tahun, semua ditanggung oleh perusahaan. Bahkan bibitnya juga, dan semua kita hitung dalam bentuk rupiah. Namun untuk kelancaran berjalannya program, maka petani harus menyerahkan agunan berupa sertifikat tanahnya untuk dijaminkan ke bank, dan perusahaan bertindak sebagai penjamin,” katanya.
Menurutnya, seluruh hasil panen harus diserahkan petani ke perusahaan. Petani sebenarnya tidak perlu memanen sendiri kebunnya karena sudah ada petugas yang ditunjuk perusahaan untuk mengontrol sawit di kebun plasma.
“Sudah disiapkan angkutan. Nanti masyarakat akan menerima 60% bagian mereka,” tutupnya.
Komentar Via Facebook :