https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Petani Harus Maksimalkan Produktivitas, Jangan Hanya Bisa Menanam Sawit

Petani Harus Maksimalkan Produktivitas, Jangan Hanya Bisa Menanam Sawit

Iskandar Maun (jongkok), mengumpulkan TBS bersama tukang panen. foto: Ist.


Bengkulu, elaeis.co - Kunci kesuksesan berkebun kelapa sawit bukan pada luasan yang dimiliki, namun bagaimana seorang petani bisa memaksimalkan produksi tandan buah segar (TBS). Hal itu diungkapkan oleh Iskandar Maun, petani kelapa sawit di Desa Pagar Jati, Kecamatan Talang Empat, Kabupaten Bengkulu Tengah, Provinsi Bengkulu.

Menurut Iskandar, memiliki kebun kelapa sawit seluas 2 hektare sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, kebanyakan petani kelapa sawit di Bengkulu Tengah tidak pernah memaksimalkan potensi kebun kelapa sawitnya.

"Mereka sibuk membuka kebun sawit dan menanaminya tapi tak tekun merawatnya. Jadi, banyak petani kelapa sawit di sini cuma bisa menanam sawit, tapi tidak memberi pupuk dan tidak membersihkan piringan. Akibatnya produksi TBS sawit tidak maksimal walaupun punya kebun sampai puluhan hektar," katanya, kemarin.

Dia mengaku hanya memiliki kebun kelapa sawit seluas 2 hektare. Tapi karena dirawat dengan tekun dan sepenuh hati, mampu menghasilkan hingga 3 ton setiap bulannya. 

"Kalau tidak tekun, tidak mungkin kebun sawit saya bisa menghasilkan TBS segitu, paling maksimal itu hanya sampai 1 ton lebih," ujarnya.

Salah satu kunci tingginya hasil panen sawit Iskandar adalah rutin memberikan pupuk kandang. "Rahasianya pupuk. Kalau tidak dipupuk, mustahil buahnya banyak," tuturnya.

Ia mengaku sengaja menggunakan pupuk organik untuk tanaman sawitnya. Hal ini dilakukan untuk menyiasati harga pupuk kimia yang sangat mahal.

"Pupuk kandang banyak di desa, bisa diperoleh gratis karena rata-rata warga memelihara sapi dan domba. Jadi, dari pada tidak dimanfaatkan, ya saya minta saja ke mereka," ungkapnya.

Dia juga terus memanen sawit bagaimanapun kondisinya. Saat harga kelapa sawit terpuruk pada pertengahan 2022 lalu, hanya dihargai Rp 600 per kilogram, Iskandar tetap menjual TBS-nya.

"Supaya sawit tidak rusak. Jadi, walaupun hasil penjualan TBS tak bisa menutupi biaya operasional, tetap saja dipanen," tuturnya.
 

Komentar Via Facebook :