Berita / Sumatera /
Petani Malas Remajakan Tanaman Karetnya karena Harga Rendah, Malah Berpikir Beralih ke Sawit
Limapuluh Kota, elaeis.co - Sejumlah petani karet di Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kabupaten Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), mengaku enggan meremajakan tanaman karetnya karena harganya yang jarang naik di pasaran.
"Tak minat," ujar Udin, seorang petani karet kepada elaeis.co, Sabtu (18/2), saat ditanya apa tidak berminat meremajakan tanaman karetnya yang sudah tua? Batang-batang karet yang dideres Udin untuk diambil getahnya buat dijual merupakan warisan orangtuanya.
"Kalau ada investor, malah sudah sejak lama saya berpikir tanaman karet ini diganti saja dengan komoditi lain, kelapa sawit misalnya," tambah bapak tiga anak ini.
Udin mengaku, sudah sejak lama menderes karet, ia jarang mendapatkan tingkat harga yang layak. Untuk kondisi beberapa tahun terakhir, satu misal, harga jual karet hanya Rp6.000/kg di tingkat pedagang pengumpul, bahkan pernah menukik sampai Rp5.000/kg.
Dengan tingkat harga sebesar itu, menurut Udin, ia nyaris tak bisa berharap banyak dari tanaman karetnya. Belakangan menderes karet diganggu oleh kondisi cuaca yang tidak menentu.
Harga karet alam pernah mencapai puncaknya, yaitu Rp22.000/kg di tingkat pedagang pengumpul, di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Udin hanya satu dari sekian banyak petani karet di nagari itu yang tidak pernah melakukan peremajaan terhadap tanaman karetnya. Selain karena harga yang sering rendah, penyebab lain karena keterbatasan modal.
V. Dt. Padukak, seorang tokoh masyarakat setempat, mengaku pernah mengemuka wacana budidaya tanaman kelapa sawit di kawasan itu. "Pernah ada sejumlah investor yang melirik," katanya.
Tapi, menurut Dt. Padukak, kendala budidaya kelapa sawit di kawasan itu lantaran topografi kawasan yang berbukit-bukit. "Investor meminta setidaknya tersedia 3.000 hektar lahan datar, yang memenuhi syarat untuk ditanami sawit," ungkapnya.
Komentar Via Facebook :