Berita / Lingkungan /
Petani Mustahil Bisa Ngurus Sertifikat Lingkungan Jika EUDR Berlaku
Rengat, elaeis.co - Regulasi yang disahkan negara Uni Eropa yakni undang-undang European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) diprediksi bakal memaksa petani Indonesia harus memiliki sertifikat yang menyatakan bahwa kebun kelapa sawitnya tidak merusak lingkungan.
Perlakuan semacam itu tidak masuk akal atau mustahil. Sebab pekebun tidak akan mampu mengurus surat sertifikasi tersebut karena ongkos yang dikeluarkan cukup mahal. Selain kelapa sawit, komoditi lainnya diinformasikan juga mendapat perlakuan yang sama seperti kopi, kakao, produk kayu, dan turunan coklat.
"Uni Eropa itu sebenarnya tidak bisa lepas dari minyak nabati sawit tetapi terus berspekulasi dengan cara-cara yang kotor. Pemerintah harus bersikap tegas melawan dengan memboikot seluruh produk Eropa jika mereka tidak membatalkan regulasi tersebut," ujar Sugianto, selaku Ketua Koperasi Trani Maju kepada elaeis.co, Kamis (7/6).
Pasalnya, regulasi ini jelas menindas para petani kelapa sawit khususnya di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Provinsi Riau. Dia merinci, ada sekitar 65.000 kepala keluarga Inhu yang menggantungkan hidup dari perkebunan kelapa sawit atau tidak bisa lepas dari tanaman 'buah emas'.
"Dari angka tersebut sebagian petani kemitraan dan petani swadaya telah mengantongi sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO). Ini salah satu bukti nyata bahwa pekebun konsisten menjaga lingkungan," ujarnya.
Dia menilai, kalaulah sertifikasi yang berlebel internasional itu tidak menjadi dasar pertimbangan Uni Eropa, mendingan para petani anggota RSPO memutus kontrak kerjasama tersebut.
"Memang tidak semua petani mengantongi sertifikat RSPO, namun pemerintah sekarang sedang serius memberi perhatian terhadap masalah lingkungan dan mengurangi gas rumah kaca lewat kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO)," tuturnya.
"Benar, apabila kebijakan EUDR berlanjut maka petani mustahil bisa mengurus sertifikat lingkungan seperti yang dikampanyekan Uni Eropa. Boro-boro mikirin legalitas itu, untuk memenuhi perawatan kebun dengan kondisi pupuk melambung saat ini sudah kelimpungan ditambah lagi biaya anak sekolah dan kebutuhan sehari-hari," ungkapnya.
Komentar Via Facebook :