https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Petani Sawit di Bengkulu Bisa Kesulitan Mengurus Sertifikasi ISPO, Ini Alasannya!

Petani Sawit di Bengkulu Bisa Kesulitan Mengurus Sertifikasi ISPO, Ini Alasannya!

Petani memetik TBS kelapa sawit matang di Bengkulu. Foto: Doc Elaeis


Bengkulu, Elaeis.co - Petani sawit di Provinsi Bengkulu bisa kesulitan untuk mengurus Sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO), terutama yang memiliki lahan di dalam kawasan hutan. Hal ini disebabkan karena lahan kebun sawit yang bisa mengurus ISPO harus memiliki sertifikat hak milik (SHM), sementara kebun yang berada dalam kawasan hutan tidak memenuhi syarat tersebut.

Menurut M Rizon, Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Provinsi Bengkulu, salah satu syarat utama untuk mendapatkan ISPO adalah lahan harus bersertifikat hak milik (SHM). Dia juga menambahkan bahwa legalitas berupa surat keterangan tanah (SKT) atau surat keterangan ganti rugi (SKGR) bisa diikutsertakan dalam sertifikasi ISPO asalkan lahan tersebut berada di luar kawasan hutan. Namun, kebun sawit yang berada di dalam kawasan hutan tidak memenuhi syarat tersebut.
"Kalau kebun sawit masuk dalam kawasan hutan tentu saja tidak bisa mengurus sertifikat ISPO," kata Rizon, Rabu 24 April 2024.

Baca Juga: Harga CPO Naik, Harga TBS Kelapa Sawit di Mukomuko Malah Turun

Meskipun demikian, ISPO tetap dianggap menguntungkan bagi petani, pemerintah, dan pihak yang berkepentingan dalam perbaikan tata kelola sawit berkelanjutan. Namun, perlu dipahami bahwa keuntungan dari ISPO tidak hanya bersifat materi, tetapi juga non materi.
"Dengan mengantongi sertifikat ISPO, petani akan mendapatkan keuntungan baik materi dan non materi," tambah Rizon.

Dia menjelaskan bahwa keuntungan materi di ISPO bukanlah berupa insentif kredit seperti RSPO. Namun, jika terjalin kemitraan antara pekebun dengan korporasi, hal ini dapat berdampak pada harga tandan buah segar (TBS) sehingga menjadi insentif bagi pekebun. 
"Selain itu, petani juga mendapatkan keuntungan non materi melalui transfer pengetahuan lewat kegiatan sosialisasi dan pelatihan budidaya, lingkungan, dan ketenagakerjaan yang diselenggarakan dalam kerangka ISPO," tuturnya.

Baca Juga: Pemdes Harus Peduli Petani Sawit 

Dalam konteks ini, para petani sawit di Bengkulu harus mencari solusi untuk meningkatkan legalitas lahan mereka agar dapat memenuhi persyaratan ISPO. Hal ini bisa dilakukan dengan upaya memperoleh sertifikat hak milik (SHM) atau mencari alternatif lain seperti surat keterangan tanah (SKT) atau surat keterangan ganti rugi (SKGR) untuk lahan di luar kawasan hutan.
"Tentu saja untuk mengurus Sertifikasi ISPO petani harus memenuhi persyaratan yakni legalitas lahan," ujar Rizon.

Namun, Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia Provinsi Bengkulu, John Simamora mengatakan, tantangan tetap ada karena proses perolehan sertifikasi lahan tersebut memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah dan pihak terkait sangat diperlukan untuk membantu petani sawit dalam memenuhi persyaratan ISPO serta meningkatkan keberlanjutan dan kesejahteraan industri sawit di Bengkulu.
"Kami membutuhkan dukungan dari pemerintah dan pihak terkait untuk membantu petani sawit dalam memenuhi persyaratan ISPO serta meningkatkan keberlanjutan dan kesejahteraan industri sawit di Bengkulu," pungkasnya.


 

Komentar Via Facebook :