https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Petani Sawit di Kawasan Hutan Diminta Segera Melapor

Petani Sawit di Kawasan Hutan Diminta Segera Melapor

Petani merawat kebun sawit yang belum menghasilkan. Foto: Ist.


Bengkulu, elaeis.co - Petani kelapa sawit di Bengkulu yang terkendala dalam pengajuan program Peremajaan Sawit Rakyat  (PSR) karena tidak memiliki sertifikat karena kebunnya masuk dalam kawasan hutan diminta untuk melapor ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) setempat. Pemerintah daerah akan berusaha membantu petani menyelesaikan persoalan tersebut.

Kepala Dinas LHK Provinsi Bengkulu, Safnizar mengatakan, laporan petani sangat dibutuhkan agar jumlah mereka bisa terdata. 

Menurutnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah mengidentifikasi dan menginventarisasi sawit rakyat dalam kawasan hutan dengan beberapa tahapan. Pertama, KLHK telah berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian untuk mengumpulkan data sawit rakyat (by name, by address, by location/tabular, dan peta spasial).

Kedua, melakukan pengumpulan Data Permohonan Masyarakat kepada KLHK melalui Perhutanan Sosial dan TORA. Ketiga, mengkompilasi data Permohonan Sawit Rakyat untuk penyelesaian melalui Undang-undang Cipta Kerja (UUCK) dan PP Nomor 24 Tahun 2021.

"Terkait dengan legalitas ini, masih ada beberapa kebun sawit rakyat yang berada dalam kawasan sehingga legalitasnya belum pasti. Makanya kita minta mereka melapor agar bisa dicarikan solusinya," kata Safnizar, kemarin.

Menurutnya, ada beberapa pola penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan yang diatur lewat pasal 110B UUCK dan PP 24 tahun 2021.

"Masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau sekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus-menerus dengan luasan paling banyak 5 hektar, dikecualikan dari sanksi administratif," tuturnya.

Ia melanjutkan, Pasal 110B UUCK ibarat pengampunan terhadap para pelanggar kawasan hutan. Sebab, sanksi pidana yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan telah dihapus oleh pasal 110B.

"Diganti dengan sanksi administratif dan denda administrasi di bidang kehutanan. Lalu setiap orang yang melakukan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan, wajib menyelesaikan persyaratan paling lambat 3 tahun sejak UUCK berlaku," paparnya.

Ia berharap regulasi tersebut jadi solusi dalam mengatasi kebun petani yang sudah dibudidayakan selama puluhan tahun di kawasan hutan.

"Semoga bisa mendapatkan legalitas dari pemerintah pusat," tutupnya.
 

Komentar Via Facebook :