https://www.elaeis.co

Berita / Komoditi /

Petani Sawit di Mukomuko Terpaksa Ikuti Harga Pasar

Petani Sawit di Mukomuko Terpaksa Ikuti Harga Pasar

Jakfar Ketua DPW APKASINDO Bengkulu l. Ist


Jakarta, Elaeis.co - Petani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu sejak pandemi mewabah terpaksa harus menerima hasil kebunnya dengan harga pasar. Hal ini lantaran tidak adanya penetapan khusus dari Dinas Perkebunan setempat.

Artinya harga kelapa sawit di wilayah itu hanya mengikuti harga yang dikeluarkan oleh Pabrik Kelapa Sawit yang ada. "Memang agak vakum penetapan itu. Tentu harga bisa dikatakan suka-suka PKS," terang Jakfar Ketua DPW APKASINDO Bengkulu saat berbincang bersama Elaeis.co, Rabu (08/12).

Vakumnya penetapan dari pemerintah tadi lantaran dinas perkebunan diduga tidak mendapat penguasaan penuh tentang kebijakan itu. Selain itu juga banyaknya perusahaan yang tidak mau menaati aturan yang ada.

Kendati demikian yang tetap saja petani kelapa sawit mandiri atau swadaya tetap tidak mendapatkan keistimewaan. Lantaran harga kelapa sawit hasil produksi kebunnya juga masih bisa dikatakan dibeli dengan harga rendah.

Berbeda dengan petani yang tergabung dalam kelompok Kabun Masyarakat Desa (KMD) yang saat ini justru berkembang di salah satu wilayah Provinsi Bengkulu itu.

"Harga KMD itu bisa lebih tinggi Rp300-400/kg. Jadi lumayanlah petani yang tergabung dalam KMD itu," tuturnya.

Terang Jakfar kebun plasma di Mukomuko tidak berjalan produktif. Sebab banyak perusahaan yang tidak serius dalam mengurus kebun petani mitranya. 

"Kebun plasma di Mukomuko itu tidak terlalu luas. Malah bisa dikatakan gagal dan tidak produktif. Banyak plasma abal-abal. Maksudnya seperti yang terjadi di wilayah saya dalam perjanjian ada 1000 hektar kebun sawit. Tapi yang terealisasi hanya 700 hektar dan yang menghasilkan hanya 100-200 hektar saja," katanya.

Kondisi saat ini kata Jakfar, perkebunan kelapa sawit di wilayahnya hanya menguntungkan PKS yang ada saja. Terlebih banyaknya PKS yang tidak memiliki kebun. 

"Harga tidak ada yang kontrol, petani disini bisa dibilang belum sejahtera meski harga saat ini rata-rata di atas Rp3.000," tandasnya.

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :