Berita / Kalimantan /
PETI, Perusahaan, dan Masyarakat Adat, Terlibat Konflik Segi Tiga
Jakarta, elaeis.co - Komite II DPD RI menemukan banyak permasalahan pertanahan dan pertambangan di Provinsi Kalimantan Utara (kaltara). Diantaranya penambangan emas tanpa izin (PETI) di lahan sengketa antara Kesultanan Bulungan dengan perusahaan tambang dan perkebunan sawit.
Ketua Komite II Yorrys Raweyai didampingi Wakil Ketua Komite II Abdullah Puteh, Lukky Semen, serta anggota Komite II lainnya menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komplek Senayan Jakarta untuk menindaklanjuti hasil kunjungan kerja (advokasi) di Kaltara.
"Advokasi bertujuan mendapatkan data dan informasi yang komprehensif agar tercapai solusi yang baik dan bijaksana bagi semua pihak," jelas Yorrys dalam keterangan resmi Setjen DPD RI, kemarin.
Pada pertemuan sebelumnya 12 April lalu di Kantor Gubernur Kaltara, tiga perusahaan tidak menghadiri undangan. Yakni perusahaan tambang PT Banyu Telaga Mas (BTM) dan perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Bulungan Surya Mas Pratama (BSMP) serta PT Pipit Mutiara Indah (PMI). Ketiganya dituding melakukan aktivitas pertambangan dan perkebunan di atas tanah wilayah adat Kesultanan Bulungan.
“Sekarang ketiga perusahaan hadir beserta seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi yang menguntungkan semua pihak,” sebut Yorrys.
PETI di Sekatak Bulungan telah berlangsung sejak tahun 2007 dan menimbulkan kerusakan lingkungan serta menelan banyak korban. Aksi ilegal itu berlangsung di wilayah izin usaha pertambangan PT BTM serta areal HGU PT BSMP dan PT PMI. Masalah makin pelik karena lokasi PETI di tiga perusahaan itu diklaim merupakan lahan milik Kesultanan Bulungan.
Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang menegaskan dalam waktu dekat akan membentuk tim pencari fakta terkait permasalahan tersebut.
"Para penambang liar seharusnya tidak dibiarkan beraksi di areal perusahaan yang punya legalitas," katanya.
"Soal pengakuan sebidang tanah oleh kesultanan, agar memperlihatkan kekuatan dokumen yang dibutuhkan sehingga bisa mendapatkan legalitas dari Kementerian ATR/BPN," tambahnya.
Anggota DPD RI, Lukky Semen, juga heran PETI terkesan dibiarkan sehingga lama kelamaan menjadi konflik.
"Selain merugikan perusahaan yang resmi, juga terjadi perusakan lingkungan. Penyelesaiannya perlu koordinasi pemprov, pemkab, serta aparat, jangan sampai ada oknum yang mengambil keuntungan sepihak," tukasnya.
Komentar Via Facebook :