Berita / Nusantara /
PKS Tutup, Petani Malas Panen Kelapa Sawit
Jakarta, elaeis.co - Masih disinyalir lantaran kebijakan larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng oleh pemerintah, kondisi perekonomian sektor perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur (Kaltim) memprihatinkan. Bahkan terdapat beberapa pabrik kelapa sawit (PKS) yang memilih tutup dan tidak membeli kelapa sawit masyarakat dengan alasan tangki penyimpanan CPO penuh.
"Mereka beralasan bingung menjual CPO tersebut. Sebab ekspor dilarang pemerintah," ujar Bekman Siahaan, selaku Plt Ketua DPW Apkasindo Kaltim saat berbincang bersama elaeis.co, Jumat (13/5).
Kata Bekman, ada dua PKS yang sudah tak membeli TBS milik petani sejak dua hari lalu. PKS ini beroperasi di Kabupaten Paser.
Menurut pria yang kental dengan logat bataknya itu, alasan PKS itu berhenti membeli TBS petani hanya akal-akalan saja. Sebab ingin meraup keuntungan lebih dari para petani dengan menurunkan harga.
"Lantaran tutup, jadi petani menjual sawitnya ke PKS lain. Beruntung masih ada 12 PKS lagi yang masih buka. Namun tentu biaya operasional semakin membengkak," paparnya.
Saat ini harga kelapa sawit di wilayah itu berkisar antara Rp1.800-Rp2.000/kg. Harga ini sangat jauh dari harga penetapan pemerintah yang berada di angka Rp3.400/kg.
"Sekarang sudah rata, gak petani swadaya atau petani plasma, harga kelapa sawit anjlok semua," tuturnya.
Basken sempat berpikir, wilayahnya merupakan penyangga ibukota baru yang justru kondisi warganya memprihatinkan. Terutama para petani kelapa sawit.
Bahkan akibat kondisi ini, tidak sedikit petani yang malas untuk memanen kebun kelapa sawitnya. Mereka menganggap hanya membuang-buang energi lantaran tidak dapat menikmati hasilnya.
"Banyangkan saja, harganya hanya sekitar Rp1000/kg. Sedangkan biaya operasional mencapai Rp700/kg, jadi petani hanya kebagian Rp300. Mana bisa menutupi kebutuhan sehari-hari," paparnya.
Basken berharap pemerintah Sudi untuk memperhatikan kondisi ini. Syukur-syukur kata dia mencabut larangan ekspor bahan baku dan minyak goreng yang sudah diberlakukan sejak 28 April 2022 lalu.
"Minimal janganlah ditutup semua keran ekspor itu. Agar hilirisasi berjalan dan kondisi perkebunan kelapa sawit tetap bagus," tandasnya.
Komentar Via Facebook :