Berita / Nusantara /
Popsi Minta Moratorium Sawit Diperpanjang
Medan, Elaeis.co - Sejumlah organisasi petani sawit yang tergabung dalam Perkumpulan Forum Kelapa Sawit Jaya Indonesia (Popsi) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperpanjang Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Inpres ini dikenal juga dengan nama Inpres Moratorium Sawit.
Dari keterangan resmi yang diperoleh Elaeis.co, Sabtu (26/6), Popsi meminta Jokowi mempertegas beberapa hal dalam melanjutkan moratorium sawit, seperti menghentikan deforestasi. Lalu mengoptimalkan kerja sama dengan petani swadaya melalui peningkatan produktivitas petani dan pembelian langsung tandan buah segar (TBS) ke petani.
Presiden juga diminta untuk melakukan penanganan terhadap rendahnya harga jual TBS dengan menghilangkan biaya ekonomi tinggi di lapangan. Selain itu, petani swadaya menuntut dijadikan sebagai salah satu sumber pasokan program mandatori biodiesel secara transparan dan berkelanjutan.
“Pemerintah harus membantu petani kelapa sawit swadaya untuk pemetaan, revitalisasi kelembagaan, dan legalisasi lahan. Dengan upaya ini, petani akan memperoleh sertifikat ISPO dan sawit rakyat Indonesia ada kepastian legalitas untuk menjadi bagian sustainable palm oil,” demikian petikan pernyataan Popsi.
Popsi menilai, kelembagaan dan legalitas lahan akan memudahkan petani mengakses pendanaan baik dari lembaga keuangan dan BPDPKS. Karena itu kementerian dan lembaga terkait harus membantu petani swadaya dalam merevitalisasi perkebunan kelapa sawit.
“BPDPKS membantu pendanaan. Kementerian ATR/BPN membantu penyertifikatan sebagai bagian dari program reformasi agraria. Lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyelesaikan tumpang tindih lahan petani swadaya dengan kawasan hutan. Sementara Kementerian Pertanian melakukan pendataan bersama Dinas Perkebunan tingkat kabupaten dan melakukan penguatan SDM petani sawit secara luas,” demikian masukan dari Popsi.
Popsi juga mendesak Jojowi agar mengevaluasi besar pungutan ekspor sawit yang diatur oleh Kementerian Keuangan dan dikelola oleh BPDPKS agar tidak menggerus harga TBS di tingkat petani plasma maupun petani swadaya. “Aspirasi para petani sawit yang terasosiasi dalam POPSI sudah semestinya diperhatikan, sebab pungutan sebesar US$ 175 hingga US$ 250/ton CPO akan menggerus harga TBS petani secara tajam,” desak Popsi.
Terkait peremajaan sawit rakyat untuk meningkatkan produktivitas perkebunan, Popsi ingin pembiayaannya didukung 100 persen oleh BPDPKS dengan prosedur birokrasi pendanaan yang mudah dan transparan. Perusahaan mitra yang menjadi offtaker juga harus diwajibkan menyediakan bibit bagi kelompok tani atau koperasi yang menjadi mitra binaan agar bibit yang digunakan berkualitas.
“Dana PSR bagi petani seharusnya cukup untuk biaya mulai P0 sampai P3, tergantung kondisi lahan replanting baik lahan mineral atau gambut,” demikian pernyataan Popsi.
Komentar Via Facebook :