https://www.elaeis.co

Berita / Lingkungan /

Program Biodiesel Sawit Bisa Saja Sukses, Tapi Dampaknya?

Program Biodiesel Sawit Bisa Saja Sukses, Tapi Dampaknya?

Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah. (Tangkapan layar)


Jakarta, Elaeis.co - Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI, Alin Halimatussadiah menilai pemerintah harus memerhatikan semua lini sektor jika ingin mandatori biodiesel sawit.

Soalnya menurut Alin, kebijakan mendatori biodiesel sawit termasuk kebijakan yang progresif dan target yang terus diperbaharui blending rate serta user groups-nya juga semakin meningkat.

Alin mengatakan, jika skenario yang ditetapkan semakin progesif, berdampak besar pada CPO karena mengingat keterbatasan pada sisi supply.

"Nah, kalaulah mendatori itu terlalu dipaksakan, maka semakin cepat dan besar defisit CPO kita. Dan ini juga mengakibatkan kebutuhan sawit kita semakin meningkat," kata Alin dalam video wabinar yang ditengok Elaeis.co, Jumat (1/10).

Logikanya begini kata Alin, ketika blending rate semakin besar, maka kebutuhan CPO akan semakin tinggi. Indonesia juga punya kapasitas yang sebenarnya terbatas, karena mempertimbangkan areal lahan dan kebutuhan dari non biodiesel domestik seperti Cooking Oil dan ekspor.

"Jadi, dengan asumsi tidak adanya replanting kalau kita melakukan skenario B 50, maka kebutuhan lahan untuk memenuhi defisit mencapai 70 persen dari luas lahan yang ada saat ini,” kata Alin.

Soal keterbatasan itu kata Alin, Menteri ESDM juga pernah menyampaikan, bahwa dibutuhkan pembukaan lahan kelapa sawit seluas 15 juta hektare untuk mengganti produksi minyak 1 juta barel per hari. Jika hal itu dilakukan, diperkirakan juga akan merusak lingkungan dan memperburuk krisis perubahan iklim.

Komentar Via Facebook :