https://www.elaeis.co

Berita / Bisnis /

Industri Sawit

Provinsi Papua Barat Layak Dicontoh Karena Hal Ini

Provinsi Papua Barat Layak Dicontoh Karena Hal Ini

Sekjen SPKS, Mansuetus Darto. (Foto Tangkapan Layar)


Jakarta, elaeis.co - Dalam penanganan perizinan bagi perusahaan perkebunan kelapa sawit, pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten di Indonesia layak mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua Barat.

"Pemprov Papua Barat telah melakukan moratorium perizinan bagi industri sawit di sana, dan bisa dijadikan contoh dalam upaya penegakan hukum serta pembenahan industri sawit nasional," kata Sekretaris Jenderal SPKS, Mansuetus Darto, kepada elaeis.co, Jumat (27/5/2022).

Ia menyebutkan, pada tahun 2021, Pemprov Papua Barat melakukan kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan evaluasi terhadap izin 30 perusahaan perkebunan sawit.

Dari proses evaluasi itu, kata Darto, ada 12 perusahaan perkebunan sawit di Provinsi Papua Barat yang dicabut izinnya karena memiliki banyak masalah.

Seperti, kata Darto, pelanggaran legalitas atau administrasi perizinan misalnya kewajiban memiliki izin usaha perkebunan dan izin pemanfaatan kayu (IUP-IPK).

Kemudian, 12 perusahaan sawit itu tidak melakukan pelaporan perubahan kepemilikan saham dan kepengurusan, dan belum memperoleh hak guna usaha (HGU).

Selain itu, kata Darto, ada pelanggaran operasional seperti kewajiban pembangunan kebun inti dan realisasi pembangunan kebun plasma, melakukan penanaman di lahan gambut, tumpang tindih dengan kawasan hutan.

Pelanggaran lainnya, ucap Darto, 12 perusahaan sawit itu melakukan penanaman melebihi IUP di lahan yang tak memiliki HGU.

Perusahaan-perusahaan sawit di Papua Barat juga terbukti melakukan praktek land banking atau menguasai lahan sebanyak mungkin tanpa ditanami sawit.

“Selain proses penegakan hukum, langkah untuk melakukan evaluasi atau audit di sektor sawit selalu dihadapkan pada persoalan laten yang menyangkut tumpang tindih atau ketidakharmonisan berbagai aturan yang berlaku," ujar Darto.

Ia mencontohkan kebijakan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20% yang masih menjadi perdebatan, terutama ketentuan tentang sumber lahan yang akan dibangun.

Dan tentu saja, ucap Darto, hal semacam ini terjadi pada aturan lainnya seperti masalah penyelesaian kebun dalam kawasan hutan.

"Masalah tumpang tindih atuiran juga harus menjadi perhatian Pemerintah,” tegas Darto.

Komentar Via Facebook :