https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

PSR Sukses di Sumsel, Terhambat di Sumut

PSR Sukses di Sumsel, Terhambat di Sumut

Bupati Muba, Dodi Riza Alex Noerdin, saat mengunjungi para petani sawit swadaya sebelum pandemi Covid-19. (tangkapan layar)


Medan, Elaeis.co - Pelaksanaan program peremajaan sawit rakyat (PSR) di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) dan Provinsi Sumatera Utara (Sumut) sama-sama dibuka oleh Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo. Namun hasil yang dicapai kedua daerah belum sepadan.


Sawit yang ditanam Jokowi di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) sudah dipanen petani. “Semua sawit yang ditanam pada PSR di tahun 2017 sudah panen. Hanya butuh waktu 26 bulan sejak tanam, sudah panen,” kata Bupati Muba, Dodi Riza Alex Noerdin, dalam diskusi daring yang diselenggarakan melalui kanal YouTube Tempodotco bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDKPS), Rabu (30/6) siang.


Saking memuaskannya hasil panen, kata Dodi, belasan koperasi unit desa (KUD) yang dikelola para petani sawit peserta program PSR berancang-ancang membangun pabrik kelapa sawit (PKS) mini. “KUD-KUD itu kini sudah punya saldo miliaran rupiah. Jadi, mereka mau alokasikan duitnya untuk bangun PKS mini agar mereka bisa semakin mandiri,” ungkapnya.


Menurutnya, sebelum program PSR diluncurkan pemerintah pusat, tingkat kemiskinan di lima kecamatan yang menjadi sentra sawit di Muba cukup tinggi. Meski sudah berusia di atas 25 tahun dan kurang produktif, petani sawit tak mau meremajakan sawit mereka karena takut kehilangan penghasilan.


Kini problem kemiskinan itu telah jauh berkurang. Bahkan Muba saat ini sudah mendapatkan rekomendasi teknis (Rekomtek) untuk program PSR lanjutan sebanyak 15.466 hektar. “TBS yang sudah dipanen dari lahan PSR seluas 4.000 hektar sudah ada yang dialihkan untuk dikembangkan menjadi produk hilir, termasuk program mandatori biodiesel,” bebernya.


Sayangnya kisah sukses PSR di Muba belum menjalar ke Sumut. Kepala Dinas Perkebunan Sumut, Lies Handayani Siregar, pelaksanaan PSR terkendala oleh sejumlah persoalan. Seperti lokasi PSR yang terpisah di 14 kabupaten sentra sawit, lemahnya koordinasi antar organisasi perangkat daerah (OPD) yang terkait replanting di Pemprov Sumut, serta lambannya respon OPD terkait di tingkat kabupaten.


“OPD terkait di tingkat kabupaten diharapkan juga membantu proses administrasi untuk PSR, termasuk dalam mengeluarkan Surat Tanda Daftar Budidaya atau STDB untuk calon peserta PSR,” katanya.


Persoalan lain yang menunda pelaksanaan PSR adalah status lahan petani. Menurutnya, butuh waktu untuk mendapatkan kejelasan status lahan petani apakah masuk kawasan hutan atau tidak. “Dari 120 ribu hektar kebun sawit rakyat yang direncanakan ikut PSR, baru 20 ribu hektar yang sudah jadi peserta,” katanya.


“Syukurlah dalam dua tahun terakhir yang lolos ikut PSR sudah semakin banyak. Mungkin itu efek dari penyelesaian masalah yang sukses dari tahun-tahun sebelumnya,” tambahnya.


Dia berharap terbentuknya Forum Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FoKSBI) Sumut sejak tahun 2019 yang melibatkan sebelas OPD, LSM pendamping petani, asosiasi petani sawit swadaya SAMADE dan APKASINDO, serta perusahaan sawit anggota GAPKI Sumut, bisa mempercepat realisasi PSR di Sumut.

Komentar Via Facebook :