https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Regulasi Perkebunan di Daerah ini Diselaraskan dengan UUCK

Regulasi Perkebunan di Daerah ini Diselaraskan dengan UUCK

FGD Identifikasi Regulasi Sektor Pertanian yang terdampak UUCK di Provinsi Babel. Foto: DPKP Babel


Pangkalpinang, elaeis.co – Sejumlah peraturan di sektor pertanian di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) tidak sinkron dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

Untuk mencari jalan keluar, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Babel menggelar Focus Group Discussion (FGD) Identifikasi Regulasi Sektor Pertanian yang terdampak UUCK.

Kegiatan ini diinisiasi Analis Kebijakan Madya DPKP Babel Sri Nurcahayani ST MSi dan Elfida SP MSi dibantu Analis Kebijakan Muda Arya Panda SE dan dibuka langsung Kepala DPKP Babel, Edi Romdhoni SP MM.

Pertemuan itu juga dihadiri anggota Komisi II DPRD Babel Dodi Kusdian ST MH, perwakilan sejumlah organisasi perangkat daerah, serta beberapa stakeholders terkait termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Menurut Sri, FGD tersebut digelar untuk mencari masukan konstruktif dari pemerintah dan stakeholdres terkait dalam rangka penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja pada sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan.

“Karena ada regulasi sektor pertanian di Pemprov Kepulauan Babel yang belum selaras dengan UUCK,” jelasnya melalui keterangan resmi DPKP Babel.

Ia mengatakan, implementasi UUCK memerlukan penyelarasan regulasi di tingkat daerah. Karena itu diperlukan sinkronisasi substansi untuk mempercepat pimpinan daerah mengambil berbagai kebijakan.

“Karena dengan belum sinkronnya substansi antara Perda Pemprov Kepulauan Babel dengan UUCK, menyebabkan lambatnya pengambilan kebijakan oleh pimpinan di daerah,” ujarnya.

Ia mencontohkan Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penatausahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang teridentifikasi belum selaras dengan UUCK. Pasalnya regulasi tersebut terbatas mengatur usaha perkebunan untuk pelaku usaha skala besar saja, tidak termasuk pelaku usaha perkebunan skala kecil atau perkebunan rakyat.

“Itu salah satu permasalahan yang kami petakan,” terangnya.

Edi Romdhoni berharap FGD tersebut dapat menghasilan rumusan mendasar dalam rangka menyelaraskan regulasi sektor pertanian yang terdampak UUCK.

“Saat ini yang dibahas baru untuk subsektor perkebunan. Lain waktu kita akan ke subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan lain-lain,” katanya. 

 

Komentar Via Facebook :