https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Rencana Menaikkan Pajak Orang Kaya Dikhawatirkan Berimbas ke Iklim Investasi

Rencana Menaikkan Pajak Orang Kaya Dikhawatirkan Berimbas ke Iklim Investasi

Ilustrasi (Net)


Jakarta, Elaeis.co - Orang berpenghasilan tinggi di Indonesia harus siap-siap menerima tarif pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) yang baru. Penghasilan Rp 5 miliar ke atas per tahun akan dikenai PPh 35%.

“Kita akan lakukan tarif dan bracket dari PPh OP. Untuk individu berpenghasilan tinggi, itu kenaikan tidak terlalu besar. Dari sebelumnya 30% ke 35%, dan itu hanya untuk mereka yang pendapatannya di atas Rp 5 miliar per tahun,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam raker dengan Komisi XI DPR RI, seperti dikutip CNBC Indonesia.

Perubahan tarif tersebut akan dituangkan dalam revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021. Menurut Sri Mulyani, peningkatan tarif PPh OP untuk orang kaya itu bertujuan untuk menciptakan keadilan di masyarakat.

“Hanya sedikit sekali orang di Indonesia yang masuk dalam kelompok itu, mayoritas masyarakat kita masih tidak berubah dari sisi bracket atau tarifnya,” katanya.

Pakar Kebijakan Publik yang juga Direktur Eksekutif Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mengkritik rencana tersebut. “UU Cipta kerja yang ingin mengundang investasi bisa tidak ada manfaatnya bila narasi pemerintah terus memburu pajak masyarakat kelas menengah dan kaya,” katanya seperti dikutip Tempo.co, Selasa (25/5).

“Jangan sampai ada persepsi bahwa orang super kaya di Indonesia terus diburu pajak selangit. Persepsi seperti itu justru menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif nantinya,” tambahnya.

Menurutnya, ide memburu pajak dari individu super kaya datang dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) untuk membiayai penanganan pandemi Covid-19. “Itu sangat tepat diberlakukan di negara maju,” katanya.

Di negara maju, katanya, instrumen pembiayaan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) tidak efektif sebagai imbas dari suku bunga yang rendah mendekati nol persen. Sementara di Indonesia, SBN masih sangat atraktif dengan yield dapat mencapai 6 persen untuk tenor 10 tahun.

“Untuk membiayai penanganan pandemi Covid-19, melalui global bond RI masih dapat diandalkan,” katanya.

Komentar Via Facebook :