https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Rendemen Sawit Petani Mitra Lebih Tinggi dari Non-mitra

Rendemen Sawit Petani Mitra Lebih Tinggi dari Non-mitra

Kredit Foto: Sahril/Elaeis


Jakarta, elaeis.co - Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 01 Tahun 2018 tentang pedoman penetapan harga pembelian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit produksi pekebun, menjadi salah satu tuntutan yang disampaikan dalam aksi 17 Mei 2022 petani di Jakarta. 

Petani meminta agar peraturan tersebut ditinjau kembali. Hal ini lantaran regulasi tersebut dianggap hanya melindungi petani mitra dalam penetapan harga. 

Ini terbukti dari penetapan yang dilakukan oleh dinas perkebunan di berbagai daerah sentra sawit, yang hanya menetapkan harga pembelian TBS untuk petani mitra atau yang telah melakukan kerjasama dengan perusahaan saja. 

Hal ini juga ditanggapi oleh Praktisi Penetapan Harga TBS, Prof Ponten Naibaho. Menurutnya Permentan 01 Tahun 2018 itu sudah ideal untuk menjadi landasan dalam penetapan harga TBS di Indonesia. 

Kata dia, bukan Permentan yang harus ditinjau kembali, namun kelembagaan petani yang harus lebih diperkuat. Dengan demikian, petani akan mendapatkan jaminan harga dari perusahaan, serta perusahaan akan mendapatkan jaminan kualitas TBS dari petani. 

"Bermitra dengan pekebun swadaya sebagai penyedia bahan baku, PKS juga memberikan fasilitasi pelatihan atau pembinaan pekebun untuk menghasilkan TBS yang berkualitas dengan rendemen CPO yang tinggi," kata Ponten seperti dilihat elaeis.co di situs resmi Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Senin (23/5).  

Menurutnya, wajar jika harga pembelian TBS petani non-mitra lebih rendah daripada petani yang sudah bermitra dengan perusahaan. Ini lantaran, rendeman sawit petani bermitra kualitasnya lebih unggul setelah mendapat berbagai pelatihan dari perusahaan. 

"Fakta di lapangan rendemen TBS mitra pada umumnya lebih tinggi dari non mitra. Jika seluruh pekebun swadaya bermitra dengan PKS diharapkan rendemen CPO Nasional akan meningkat artinya tonase CPO per hektar akan lebih tinggi," ujarnya. 

Oleh sebab itu, dia berharap agar pemerintah bisa memfasilitasi kelembagaan pekebun untuk bisa melakukan kerjasama dengan perusahaan. Ini juga sudah tertera dalam Permentan 01 Tahun 2018 tersebut di Pasal 5. 

Sebenarnya, hal ini juga terus ditekankan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Riau. Di mana pekebun swadaya terus diimbau untuk membangun kelembagaan petani. Hal ini juga telah diperkuat dengan terbitnya Peraturan Gubernur Riau tentang tata niaga sawit, yang di dalamnya juga membahas mengenai fasilitas untuk kemitraan petani.

Komentar Via Facebook :