https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Sah! Permentan 1 Tahun 2018 Sepakat Direvisi. Ini Harapan Dirjenbun

Sah! Permentan 1 Tahun 2018 Sepakat Direvisi. Ini Harapan Dirjenbun

Dirjenbun Andi Nur Alamsyah saat berbicara di depan para stakeholder sawit terkait revisi Permentan 1 tahun 2018 di ruang rapat Gedung C Kementan, jelang siang tadi. foto: aziz


Jakarta, elaeis.co - Lelaki 47 tahun ini menjadi ujung dari kesepahaman semua orang yang ada di dalam ruang rapat Gedung C Kementerian Pertanian di kawasan Ragunan Jakarta Timur itu, jelang siang tadi. 

Bahwa Peraturan Menterian Pertanian nomor 1 tahun 2018 Tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun itu, telah sepakat untuk direvisi. Tak terkecuali Prof. Ponten Naibaho, lelaki yang membidani lahirnya Permentan 1 tahun 2018 itu.

Malah dalam resume hasil rapat yang berlangsung hampir tiga jam itu, terbuka peluang membikin Permentan khusus untuk petani swadaya yang belum bermitra.   

"Kami sudah setuju Permentan ini direvisi. Biar kita mendapat hasil yang betul-betul utuh, yuk kita manfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin. Kami akan memfasilitasi apapun terkait revisi ini. Misalnya butuh tambahan pakar, akan kita fasilitasi. Biar hasilnya utuh, biar kelak tidak ada saling curiga," Andi Nur Alamsyah mengajak.

Baca juga: Petani Sawit Swadaya Jadi "Anak Tiri", Rp100 Miliar Rugi Saban Hari

Lelaki kelahiran Pinrang Sulawesi Selatan (Sulsel) ini adalah Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian yang baru dilantik oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, bulan lalu.  

Meski semua proses itu kelak dilalui, Doktor Teknik Kimia di Groningen University Belanda ini tak mau menjamin revisi Permentan itu bakal sempurna. Tapi minimal, ada titik temu para pihak yang berkepentingan.    

"Jangan setelah direvisi, ada lagi gejolak. Sudah setahun belakangan Permentan ini jadi polemik. Ke depan jangan lagi ada yang kayak begitu. Posisi pemerintah mencari titik terbaik; tidak merugikan petani dan tidak pula merugikan perusahaan," katanya. 
 
Mendengar omongan Andi, perwakilan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Gus Dalhari Harahap, Kawas Tarigan, Mulono, menarik napas lega. 

Tak terkecuali perwakilan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), ASPEK-PIR, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dan undangan lainnya. 

Plt Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Baginda Siagian, yang memimpin rapat itu, pun ikut sumringah.   

 

Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung malah sampai terharu mendengar kabar revisi Permentan itu. Maklum, bagi Apkasindo sendiri, keberadaan Permentan itu sudah benar-benar jadi momok sejak 8 bulan belakangan.  

""Sebuah organisasi akan menjadi baik kalau mengerti dengan keinginan anggotanya. Hakikatnya begitu. Nah, lantaran sudah teramat banyak keluhan anggota terkait Permentan itu, dua bulan lalu kami menggelar rapat koordinasi (rakor) secara virtual dengan 22 pengurus wilayah provinsi. Topiknya ya itu tadi; menampung aspirasi anggota terkait Permentan 01 itu," katanya kepada elaeis.co, jelang sore tadi.

Dalam rakor itu muncul kesepakatan dibikin Focus Group Discussion (FGD). "Kami mengundang saudara kami ASPEK-PIR dan SAMADE. FGD itu kami gelar di Jakarta," terang Wakil Ketua Umum Santri Tani NU ini.

Hasilnya, tiga asosiasi petani ini sepakat agar Permantan 1 tahun 2018 itu direvisi. Adapun poin-poin penting penyebab mencuatnya usulan revisi itu kata doktor ilmu lingkungan Universitas Riau ini antara lain; 

Bahwa selama ini, wajib bermitra hanya ditujukan kepada petani, sementara perusahaan (Pabrik Kelapa Sawit (PKS)) tidak wajib.

"Petani bermitra hanya sekitar 7%, masak petani swadaya yang 93% ditelantarkan? Lalu poin lainnya, rujukan dasar harga Tandan Buah Segar (TBS) dirubah ke Harga Referensi Kemendag. Masak nasib 17 juta petani sawit "ditender" di PT.Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT.KPBN)?" suara Gulat meninggi. 

PT. KPBN yang dimaksud Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini adalah perusahaan negara yang  ditugasi untuk menggelar tender penjualan Crude Palm Oil (CPO) di Belawan Sumatera Utara (Sumut) dan Dumai, Riau. 

Poin selanjutnya, tiga asosiasi petani sepakat bahwa Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) yang ada dalam komponen Indeks K --- komponen biaya yang muncul mulai dari pengolahan TBS hingga pengantaran CPO ke pelabuhan --- dihapus saja. Soalnya biaya itu tak pernah dipertanggungjawabkan.

"Rendemen TBS petani swadaya sudah naik. Ini sesuai dengan hasil penelitian PPKS Medan. Kalau kemudian ada yang bilang Permentan itu enggak bisa direvisi, itu salah besar. Hanya Kitab Suci yang enggak bisa direvisi," sindir Gulat.

Lantaran semua sudah sepakat Permentan 1 tadi direvisi, Gulat kemudian mengajak semua stakeholder fokus mengusung dan memasukkan poin-poin penting. "Tentu adalah poin-poin yang saling menguntungkan, saling dukung antara sektor hulu dan hilir," ujarnya.


 

Komentar Via Facebook :