https://www.elaeis.co

Berita / Lingkungan /

Sawit Bisa Menjadi Benchmark Bioenergi Nasional

Sawit Bisa Menjadi Benchmark  Bioenergi Nasional

Teks Foto: Jisman P Hutajulu selaku Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). (Foto: ist)


Jakarta, elaeis.co - Kelapa sawit, baik produk turunan maupun limbahnya, dapat menjadi benchmark atau standar baku yang dapat dijadikan pembanding dalam urusan produksi dan pemakaian bioenergi skala nasional.

"Kelapa sawit dapat menjadi benchmark sebagai komoditas yang mempunyai produktivitas tinggi dan harganya cukup terjangkau," tutur Jisman P Hutajulu beberapa waktu yang lalu.

Dari keterangan resmi yang dikutip elaeis.co, Senin (11/3/2024), diketahui kalau Jisman Hutajulu merupakan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Karena kelapa sawit telah menjadi benchmark, Jisman bilang Pemerintah merasa perlu untuk mencari dan mengembangkan sumber bioenergi alternatif yang berkelanjutan.

"Serta yang tidak bersaing dengan produksi pangan seperti limbah pertanian, sampah kota, dan tanaman khusus energi seperti sorgum dan tanaman lain," kata Jisman.

Lebih lanjut, Jisman mengatakan bahwa peluang dan potensi dari bioenergi belum sepenuhnya digarap secara maksimal.

Dengan demikian, kata dia, hal itu memerlukan keterlibatan dari seluruh stakeholder, baik dari kementerian, dan lembaga terkait.

"Juga keterlibatan pihak swasta, akademisi maupun Non-Governmental Organization (NGO), dan unsur dari masyarakat," kata Jisman.

Target NDC
Jisman Hutajulu mengatakan,
Indonesia sebenarnya telah menetapkan target Nationally Determined Contribution (NDC) yang juga telah diperbaharui.

Hal ini dilakukan untuk memitigasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,9 persen pada tahun 2030.

"Caranya adalah dengan skenario business as usual melalui usaha sendiri dan 43,2 persen lainnya melalui bantuan internasional," ujar Jisman.

Selain itu, kata dia, komitmen lain dari Pemerintah Indonesia adalah dengan mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau mungkin bisa lebih cepat dari yang waktu ditargetkan.

Untuk mewujudkannya, kata Jisman, gagasan transisi energi muncul menjadi opsi utama untuk menentukan keberhasilan pencapaian target-target ambisius tersebut.

"Caranya adalah dengan mendayagunakan energi baru terbarukan (EBT) sebagai strategi esensial yang tepat sasaran. Salah satu sumber EBT yang dapat dimanfaatkan ialah bioenergi," tuturnya.

Kata Jisman P Hutajulu, bioenergi memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan menuju NZE, dan merupakan sebagai bagian integral dari strategi untuk mengurangi emisi karbon.

"Bioenergi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif sebagai EBT. Bioenergi yang terdiri dari biomassa, biogas dan bahan bakar nabati dapat menggantikan bahan bakar fosil di semua sektor," kata dia.

"Termasuk yang terkait dengan pembangkit listrik, bahan bakar untuk sektor industri dan komersil, transportasi dan juga rumah tangga," ia menambahkan.

Jisman menyebut, pada tahun 2023 lalu, bioenergi berkontribusi sekitar 60 persen dari total bauran energi nasional.

"Tahun 2023 lalu, bauran energi nasional tercatat di angka 13,2 persen. Dengan kata lain, bioenergi berperan besar dengan menyumbang sebesar 7,7 persen dari capaian bauran energi tersebut," kata dia.

Peran bioenergi lainnya, imbuh Jisman, adalah dengan penyediaan dan pemanfaatan biodiesel.

Pihaknya mencatat, pada tahun 2023 lalu telah disalurkan biodiesel beebaais minyak sawit untuk kebutuhan domestik sebesar 12,3 juta kiloliter (KL).

"Dari angka tersebut kita mampu menghemat devisa negara lebih dari Rp 122 triliun. Dari biodiesel itu juga menurunkan emisi GRK sebesar 132 juta ton CO2 ekuivalen," tegas Jisman P Hutajulu.

Komentar Via Facebook :