https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Sawit Makin Seksi

Sawit Makin Seksi

Sekjen DPP Apkasindo, Rino Aprino. Foto: Ist


Upaya pemerintah untuk menghadirkan B50 tidak saja membikin harga TBS akan semakin seksi, tapi juga melepas ketergantungan dari asing.

Pekanbaru, Elaeis.co - Lelaki 38 tahun ini sedari tadi memelototi peta yang membentang di dinding lantai dua kantor Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Riau di kawasan jalan Arifin Achmad, Pekanbaru, Riau, dua pekan lalu. 

"Lihat, dari sekitar 2,4 juta hektar kebun kelapa sawit masyarakat, sekitar 1,3 juta hektar masih berada di kawasan hutan. Ini baru di Riau, belum lagi di daerah lain. Sebab Apkasindo itu ada di 21 provinsi dengan luas lahan 42 persen dari total 14 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia,” keluh Rino Afrino, saat menunjukkan sudut-sudut peta kawasan itu.  

Kondisi tadi kata Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (Sekjend DPP) Apkasindo ini menjadi momok tersendiri bagi para petani. Sebab di satu sisi para petani tetap mengeluarkan duit untuk bisa membikin hasil panen sawit kinclong, tapi di sisi lain, hasil produksi tadi menjadi bulan-bulanan permainan harga dengan alasan sawit petani di dalam kawasan. 

"Yang membikin miris lagi, ada hasil produksi petani tidak diterima Pabrik Kelapa Sawit (PKS) gara-gara lahan di kawasan hutan tadi," ujarnya.

Sudahlah tertekan harga, para petani ini juga tidak bisa mendapat bantuan peremajaan tanaman dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), termasuk bantuan sarana dan prasarana kebun yang bakal digelontorkan BPDPKS tahun ini. Lagi-lagi petani gigit jari ulah kebun di dalam kawasan hutan.

Lelah oleh kondisi semacam itulah kata ayah empat anak ini makanya Apkasindo berharap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, mau membikin desk tersendiri bagi Apkasindo terkait upaya petani melepaskan lahan kebunnya dari kawasan hutan .

"Kami terus mengupayakan itu dan ini menjadi prioritas. Sebab kebun kelapa sawit rakyat telah menjadi semakin penting setelah pemerintah getol memproduksi biodiesel. Jika hasil produksi CPO Riau saja berada di angka 7 juta ton pertahun, berarti lebih dari seperempat produksi itu berasal dari petani yang sawitnya berada di kawasan hutan," katanya.  

Besaran itu kata Rino menjadi potensi yang sangat besar --- di samping luasan kebun petani pada non kawasan hutan --- untuk menopang kebutuhan bahan baku biodiesel tadi. "Sejak B20 diluncurkan akhir tahun 2015, harga Tandan Buah Segar (TBS) melonjak. Bahkan hingga akhir 2017 harga perkilogram TBS masih berada di angka Rp2000 perkilogram," terangnya.

Tapi setelah ada faktor eksternal seperti perang dagang eropa dan kebijakan India, harga menukik tajam. Ini kata Rino menjadi pertanda bahwa sawit Nasional masih bergantung pada pasar luar. Sebab hampir 70 persen hasil kelapa sawit masih dijual keluar. Baik dalam bentuk CPO maupun turunannya.

Jika kemudian pemerintah mau membikin B50 dan bahkan B100, bagi Apkasindo upaya ini tidak saja akan menambah serapan dalam negeri dan membikin negara tidak bergantung pada pasar luar, tapi juga akan membikin harga kelapa sawit menjadi semakin seksi. "Di B20 saja harga sawit langsung melonjak, apalagi jika pemerintah membikin B50," katanya.

DR. Muhammad Anshori Nasution merinci, untuk membikin B20 negara membutuhkan 6 juta ton biodisel pertahun. Nah, jika kemudian pemerintah membikin b50, maka 15 juta ton biodiesel akan terserap. "Satu liter CPO akan menghasilkan 1,1 liter biodiesel plus 10 persen gliserol," katanya.

Hanya saja Rino berharap pemerintah mau membikin regulasi tersendiri tentang biodiesel itu. Mulai dari proses produksi hingga distribusi, dijabarkan. “Bauran ini sudah sangat tepat jika dilindungi pemerintah,” katanya.

Dan akan lebih baik pula pemerintah mau memberikan kesempatan kepada petani untuk mengelola hasil sawitnya menjadi biodiesel. Misalnya kepada koperasi. Sebab kata Rino, beberapa kelembagaan petani yang dibina oleh Apkasindo sudah bisa untuk itu. Sudah banyak kelembagaan petani yang kuat dan punya unit usaha yang besar.

"Kalau di Riau, kelembagaan petani yang sudah besar itu ada di Kampar, Kubu dan beberapa daerah lain. Begitu juga di Kalimantan Tengah dan Timur. Kalau kesempatan ini diberikan, otomatis pendistribusian biodiesel juga akan semakin merata," terangnya.

Sebab saat ini kata Rino, pertamini sudah banyak berdiri hingga ke desa-desa. Di satu sisi, biodiesel 100 persen hanya tinggal campur dengan solar fosil. "Ini juga kan akan sangat membantu," katanya.

Bagi Ketua DPW Apkasindo Riau, Gulat Medali Emas Manurung, upaya pemerintah untuk menjadikan sawit adalah kita yang berdaulat di negeri sendiri adalah terobosan luar biasa. Namun sembari menuju ke sana kata Gulat, ada baiknya pemerintah juga membikin regulasi yang memadai untuk mengendalikan trader-trader nakal.

"Kecurangan-kecurangan itu tidak saja hanya ada di PKS, tapi juga di penjualan CPO. Di PKS ada potongan timbangan 6 persen. Jika PKS itu berkapasitas 60 ton perjam dan 45 persen dipasok oleh petani, mka sudah 540 ribu kilogram sawit masyarakat yang dipotong dalam sehari. Ini kan sudah tidak masuk akal. Lalu diurusan CPO. Tidak akan pernah ada yang namanya over suplay, sebab kebutuhan luar akan CPO terus meningkat. Tapi yang ada itu justru permainan harga yang membikin produsen CPO dalam negeri enggan menjual lantaran harga tidak cocok," terang Gulat Panjang lebar.

Terkait perhatian pemerintah, Gulat mengaku bahwa sepanjang sejarah perkelapasawitan, inilah program paling nyata yang dirasakan oleh petani kelapa sawit, persis setelah BPDPKS lahir pada 2015. Lewat lembaga ini, pemerintah punya uang untuk mendorong para pelaku kelapa sawit untuk lebih maju dan mandiri.

Mulai dari subsidi peremajaan kelapa sawit Rp25 juta perhektar, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) digelontorkan dari dana BPDPKS itu. BPDPKS sendiri mendapat duit dari pungutan ekspor USD50 perton.

"Sampai hari ini sudah sekitar 40 ribu hektar sawit replanting yang disubsidi oleh BPDPKS. Nah tahun ini, bantuan sarana dan prasana juga sudah disiapkan oleh BPDPS buat petani. Selain itu, para petani kelapa sawit juga akan semakin terperhatikan lewat Bappenas," terang Rino. 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :