Berita / Sumatera /
Selamatkan Petani, Pemda Bantu Sertifikasi Kebun Sawit
Jakarta, Elaeis.co - Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh mencapai kesepakatan dengan Pemkab Aceh Tamiang untuk menerbitkan sertifikat lahan perkebunan sawit milik masyarakat.
Penerbitan sertifikat ini melalui beberapa tahapan, termasuk pengukuran dan menentukan titik koordinat untuk memastikan perkebunan sawit masyarakat tersebut tidak berada di areal HGU maupun kawasan hutan.
Plt Kepala Kanwil BPN Aceh, Agustyarsyah yang hadir langsung dalam penandatanganan ini mengatakan, program sertifikasi merupakan inisiatif Pemkab Aceh Tamiang yang telah berkolaborasi dengan sejumlah lembaga kehutanan maupun perkebunan.
Dia memberi apresiasi karena program sertifikasi ini sejalan dengan program Presiden Joko Widodo mengenai pemetaan semua bidang tanah harus selesai pada 2024.
“Program ini sangat baik dan mendukung keinginan pemerintah pusat yang ingin semua bidang tanah dipetakan selambatnya tahun 2024,” kata Agus, dikutip Serambinews.com.
Menurutnya, Aceh Tamiang merupakan daerah pertama di Aceh yang berinisiatif mendaftarkan lahan kebun kelapa sawit masyarakat untuk disertifikasi. Pada tahap awal ini, Aceh Tamiang mengusulkan 5.000 persil kebun kelapa sawit untuk diterbitkan sertifikat.
“Apa yang diinsiasi Bupati Aceh Tamiang dan teman-teman dari IDH jelas mendukung program presiden, daerah lain kami harapkan melakukan inisiasi serupa,” kata Agus.
Pemetaan ini diakui Agus sangat penting untuk menentukan zonasi kawasan dan mengurangi resiko sengketa. “Semakin banyak bidang tanah yang terpetakan, akan tahu zona apa. Sengketa juga berkurang,” jelasnya.
Bupati Aceh Tamiang, Mursil mengatakan, melalui sertifikasi ini dia ingin memberi tahu kepada masyarakat internasional kalau perkebunan kelapa sawit di Aceh Tamiang berada di dalam kawasan budidaya.
“Istilah di BPN itu ada dua, non-budidaya atau budidaya. Dengan kita buatkan sertifikat BPN, kebun sawit yang telah bersertifikat jelas berada di dalam budidaya,” kata mantan Kakanwil BPN Aceh ini.
Mursil menambahkan kebijakan ini cukup penting dilakukan untuk melawan kampanye negatif dunia internasional terhadap kelapa sawit Indonesia sekaligus untuk meningkatkan produktivitas tanpa menambah lahan perkebunan.
“Kelapa sawit Indonesia selalu dikaitkan dengan perusakan lingkungan dan perambahan hutan. Padahal tidak benar, ini menyangkut kehidupan masyarakat Aceh Tamiang yang sebagian besar menggantungkan nasibnya di sektor ini,” ungkapnya.
Mengenai peningkatan produktivitas tanpa menambah luas lahan, Mursil sudah mendegarkan langsung gagasan dari IDH maupun PUPL melalui beberapa program, misalnya pemberian bibit dan pupuk yang sudah terverifikasi.
“Harapan kita, dengan adanya keterlibatan anak-anak muda ini bisa meningkatkan produksi. Setiap hektar misalnya dari 700 kilogram bisa satu atau dua ton,” harapnya.
Komentar Via Facebook :