Berita / Nusantara /
Semua Kebaikan Sawit Pupus oleh Tuduhan Deforestasi
Jakarta, elaeis.co - Demi pengembangan pasar minyak sawit, mestinya Indonesia harus lebih percaya diri dan mencari solusi menghadapi diskriminasi atau tuduhan deforestasi yang dilakukan pasar Uni Eropa. Sehingga tidak ada hambatan dalam pengembangan pasar komoditas kelapa sawit di negara manapun khususnya di pasar Uni Eropa.
Hambatan tersebut dinilai menjadi kegagalan Indonesia dalam menangkis tuduhan yang dialamatkan Uni Eropa. Padahal, minyak sawit dinilai paling efisien dalam hal pemanfaatan lahan serta produktivitasnya.
Dalam acara webinar hybrid 'Menyoal Hambatan Pengembangan Minyak Sawit di Uni Eropa' yang diselenggarakan PT Riset Perkebunan Nusantara (PT RPN) bersama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) di Jakarta, Jumat (15/7) lalu, terungkap beberapa persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini.
Musdalifah Machmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinator bidang Perkonomian mengatakan, sawit sering didiskreditkan sebagai minyak nabati tidak ramah lingkungan dan menjadi salah satu faktor hambatan pengembangan komoditas sawit di pasar Uni Eropa.
"Padahal kelapa sawit merupakan komoditas yang baik dan banyak manfaatnya. Selain menghasilkan devisa dan banyak menciptakan lapangan kerja, sawit juga telah mendorong pembangunan di daerah atau remote area. Ini tugas utamanya sangat berat, semua kebaikan yang ada pada sawit menjadi tidak berarti akibat tuduhan deforestasi tadi," kata Musdalifah dalam keterangan tertulis yang diterima elaeis.co.
Menurutnya, saat ini komoditas kelapa sawit masih mengalami gejolak besar-besaran di dalam negeri seiring terjadinya kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.
"Sebenarnya Indonesia sudah berjuang dan bekerja keras, tapi gejolak tidak terhindarkan gara-gara minyak goreng. Sedangkan di luar negeri terjadi hambatan pengembangan pasar, bahkan menghadapi berbagai kampanye negatif yang terus berlangsung dan digaungkan oleh negara negara Uni Eropa," tambahnya.
Meski demikian, kata Musdalifah, pemerintah saat ini fokus menjaga pertumbuhan ekonomi dengan tetap melakukan ekspor berbagai komoditas pangan. Padahal, lebih 24 negara sudah menutup kran ekspor komoditas pangannya saat ini akibat kekhawatiran terhadap krisis pangan global.
"Perlu diketahui, soal pangan kita masih terjaga baik terutama pada beras yang memiliki stok hingga 24 juta ton untuk mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri. Kalau misalnya krisis terus terjadi, kita juga mau ekspor untuk memenuhi kebutuhan dunia, sebab pemerintah telah berkomitmen dan ingin berkontribusi dalam pemenuhan pangan dunia secara global," terangnya.
"Saat ini, negara Uni Eropa telah melakukan berbagai macam cara untuk menghambat pengembangan komoditas sawit di pasar internasional dengan berbagai alasan. Justru itu, kita mesti menangkis ketidakinginan mereka terhadap laju perkembangan ekonomi kita secara nasional maupun internasional," pungkasnya.
Komentar Via Facebook :