https://www.elaeis.co

Berita / Sulawesi /

Siklus Kembang Biaknya Diputus untuk Atasi Serangan Hama Ulat Api

Siklus Kembang Biaknya Diputus untuk Atasi Serangan Hama Ulat Api

Tanaman sawit di Mamuju Tengah meranggas akibat diserang hama ulat api. foto: Kementan


Mamuju, elaeis.co - Dinas Perkebunan Sulawesi Barat bersama Tim Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya melakukan Monitoring dan Identifikasi Hama Ulat Api di Kabupaten Mamuju Tengah. Kegiatan tersebut juga diikuti BSIP Sulawesi Barat, Stasiun Karantina Pertanian Kls II Mamuju, BPP Tinali, Gapoktan Tinali Abadi, Kepala Desa Tinali dan Regu Pengendali OPT (RPO) yang telah dibentuk oleh Dinas Perkebunan Sulawesi Barat yang beranggotakan Penyuluh Kecamatan.

Berdasarkan laporan dari petani sawit setempat, luas serangan Hama Ulat Api di Kecamatan Budong-Budong sudah mencapai 154 Ha. Masing-masing di Desa Tinali seluas 100 Ha, Desa Salugatta 50 Ha dan Kecamatan Tobadak 4 Ha. Intensitas serangan hama ulat api termasuk dalam kategori serangan berat sehingga dibutuhkan teknik pengendalian yang tepat.

Pengendalian pertama yang dilakukan petani setempat saat mengetahui adanya ledakan hama tersebut yakni dengan melakukan pengasapan secara manual dan mandiri melalui pembakaran serasah daun kelapa sawit di sekitar pertanaman. Namun hal tersebut menimbulkan dampak negatif meskipun dapat mengusir ngengat atau imago ulat api, yakni menimbulkan polusi udara dan rentan kebakaran tanaman.

Mengetahui hal tersebut, Dinas Perkebunan Sulawesi Barat melalui tenaga teknis Pengendali OPT-nya melakukan identifikasi awal tentang di mana lokasi terdampak serangan hama ulat api dan memberikan rekomendasi pengendalian dengan light trap, yellow trap, dan fogging menggunakan insektisida yang dianjurkan.
 
Ledakan hama ulat api biasanya terjadi karena faktor iklim yang tidak menentu sehingga cadangan makanan bagi hama tersebut tidak tersedia dan akan beralih ke daun dan dahan kelapa sawit. Selain itu, jumlah musuh alami yang ada di pertanaman sedikit, sehingga tidak mampu mengimbangi keberadaan hama ulat api.

Hama ini menyerang bagian daun kelapa sawit dan mampu menghabiskan daun hingga helaian daun berlubang atau habis hingga meninggalkan bagian yang dekat dengan tulang daun. Hal tersebut akan berdampak pada penurunan produksi hingga 25-50% karena terganggunya proses fotosintesis yang mengakibatkan terganggunya proses pembentukan bunga dan buah.
 
Tanaman kelapa sawit yang terserang di Mamuju Tengah berumur 17 Tahun yang sudah murni dimiliki dan dinikmati hasilnya selama 7 Tahun oleh petani setempat yang sebelumnya bermitra dengan PT Astra Agro Lestari selama 10 Tahun.

Melalui kegiatan monitoring dan pemantauan hama ulat api yang dilakukan oleh instansi daerah dan vertical, ditemukan sedikitnya 7 pupa, 5 - 6 imago per helai daun atau lebih 200 ekor per dahan daun dan untuk sementara jenis yang ditemukan adalah Darna sp. Langkah taktis dan teknik pengendalian yang diberikan oleh pihak BBPPTP adalah fogging dan penyemprotan menggunakan power sprayer dengan insektisida berbahan aktif deltametrin pada pagi dan malam hari untuk memutus siklus hidup perkembangan ngengat ulat api.

"Perlu adanya edukasi ke pekebun maupun masyarakat mengenai gejala, serangan, dan siklus hidup hama serta rekomendasi pengendalian atau penanganan yang tepat," kata Fausiah T. Ladja, Kepala BBPPTP Surabaya, dalam keterangannya, kemarin.

Dia menambahkan, berdasarkan dari hasil pengamatan lapang, secara morfologi merupakan ulat api jenis Darna sp, "Namun masih harus dikaji kembali karena ada kecenderungan mendekati ke spesies Darna Catetanus sesuai dengan daerah sebar ulat api Sulawesi dan Papua," jelasnya.

Untuk kondisi serangan berada pada fase kepompong. Namun sebagian sudah menjadi imago, dan kepompong ini harus diputus siklusnya karena total luas kebun sawit yang terancam serangan kurang lebih 3.117 ha. 

"Pengendalian serangan ulat api dilakukan menggunakan perangkap lampu (light trap) dan fogging, namun dalam pelaksanaannya terdapat keterbatasan sprayer. Upaya yang sudah dilakukan, sampai hari ini seluas 60 Ha telah dikendalikan dengan fogging karena berada pada fase imago dan kepompong, jadi ini harus segera diputus siklusnya," jelasnya.


 

Komentar Via Facebook :