https://www.elaeis.co

Berita / Nasional /

Soal Eksekusi Lahan di Dayun, Begini Kata Ahli Hukum Pidana Forensik

Soal Eksekusi Lahan di Dayun, Begini Kata Ahli Hukum Pidana Forensik

Ratusan aparat kepolisian mengamankan proses constatering dan eksekusi lahan di wilayah Kampung Dayun, Senin (12/12). Foto: Sahril


Siak, elaeis.co - Pelaksanaan constatering dan eksekusi lahan seluas 1.300 hektare di wilayah Kampung Dayun, Kecamatan Dayun, Siak pada Senin (12/12) kemarin menuai kritikan.

Ahli Hukum Pidana Forensik, Dr Robintan Sulaiman SH MH MA MM CLA secara independen berpendapat bahwa constatering dan eksekusi bisa dilakukan karena memang pengadilan menjalankan putusan yang sudah inkracht.

"Constatering itu sangat dibutuhkan dalam proses eksekusi, mengapa? constatering itu tidak bisa diterjemahkan pencocokan saja, secara dasar memang pencocokan. Apa yang dicocokkan? Ada luas wilayah, utara, selatan, barat, timur berbatas dengan siapa, sehingga clear. Dan juga diperiksa apa di wilayah itu ada hak-hak. Pemerintah memberikan hak berupa sertifikat. Sertifikat itu adalah hak terkuat dan terpenuh," kata Robintan dalam keterangannya dikutip elaeis.co, Selasa (13/12).

Pertanyaannya, lanjut Robintan, boleh tidak dilakukan constatering dan eksekusi terhadap lahan yang didalamnya masih terdapat sertifikat hak milik.

"Jawabannya bisa-bisa saja, tapi berpotensi menimbulkan masalah baru," ujarnya. 

Soal kedudukan sertifikat milik warga yang berada di dalam objek eksekusi, ia menjelaskan, tidak ada satupun yang bisa membatalkan hal tersebut. Bahkan menurutnya, presiden sekalipun tidak bisa membatalkan. Tapi, ada dua cara yang bisa membuat sertifikat itu bisa dibatalkan

"Yang bisa membatalkan itu pertama BPN itu sendiri dan di PTUN-kan. Jadi selama orang itu ada sertifikat, itu haknya dilindungi. Mesti dicek semua, constatering itu bukan seperti orang mengukur baju, jadi dia itu harus clear dan ada lagi yang dienclave," ujarnya.

Terkait pengamanan constatering dan eksekusi oleh pihak keamanan, Dr Robintan juga berpendapat bahwa setiap orang berhak mendapat pengamanan dari pihak kepolisian.

"Polisi itu melindungi siapa saja, jadi kita boleh minta pengamanan, dan orang lain juga boleh minta. Jadi kita nggak bisa menghalangi (constatering dan eksekusi, red) juga. Tapi kalau itu tetap dilaksanakan karena ada hak-hak orang yang harus dilindungi terus tidak dilindungi, itu yang disebut kejahatan yang dilakukan oleh negara," tuturnya.

Ia juga menggaris bawahi bahwa pihak kepolisian tidak boleh melakukan kekerasan. "Polisi bisa bertindak ketika ada kondisi yang membahayakan atau terjadi anarkis," pungkasnya.

Komentar Via Facebook :