Berita / Nasional /
Soal EUDR, Begini Tanggapan SPKS
Jakarta, elaeis.co - Negara Eropa rencananya akan mengadopsi regulasi baru yakni Uni Eropa Deforestation Regulation (EUDR) pada Mei atau Juni 2023 mendatang.
Regulasi ini merupakan regulasi yang dimiliki oleh Uni Eropa, yang bertujuan mengenakan kewajiban uji tuntas terhadap 7 komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk kelapa sawit.
Kewajiban ini adalah untuk membuktikan bahwa barang yang masuk ke pasar Uni Eropa merupakan barang yang bebas dari deforestasi.
Sebelumnya, 5 Asosiasi kelapa sawit menolak penerapan regulasi ini. Bahkan penolakan itu langsung disampaikan di Istana Kepresidenan dan duta besar Eropa beberapa waktu lalu.
Namun tanggapan berbeda justru muncul dari pandangan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS). Diterangkan Sekretaris Jenderal SPKS, Mansuetus Darto, jika mendengar arahan dari perusahaan dan dibandingkan dengan membaca atau memahami konteks lapangan poin-poin regulasi itu akan berbeda, malah cenderung tidak merugikan bagi petani.
"Yang merugi itu perusahaan, bukan petani," katanya kepada elaeis.co Senin (3/4).
Menurut Darto, karakteristik petani kelapa sawit itu beragam. Tidak bisa digeneralisir semuanya, tidak bisa dengan aturan EU itu. Contohnya, kebun dalam kawasan hutan itu memang tidak bisa. Tapi melihat data yang ada, yang di luar kawasan hutan itu lebih banyak dari yang dalam kawasan.
Karakteristik lain ada, ada tipologi petani adat yang mengkonservasi hutan. Tapi mereka jual ke tengkulak dan diperlakukan tidak adil dalam rantai pasok.
"Tapi penting adalah melakukan diplomasi kepada EU yakni apa bentuk bantuan yang bisa dilakukan oleh EU itu untuk bisa memenuhi itu. Karena toh, ini tidak perlu sertifikasi cukup saja poligon atau titik kebun petani. Tinggal perusahaannya mau bermitra apa tidak. Bolanya ada di perusahaan," bebernya.
Kemudian, lanjutnya, harga kelapa sawit juga harus adil kepada petani. Kebijakan EU itu menurutnya mengatur sampai harga yang adil.
'Perusahaan kita selama ini kan menerapkan harga yang tidak sesuai. Jadi, perusahaan sawit dalam konteks kebijakan EUDR itu cenderung mengkambinghitamkan petani sawit. Akhirnya, petani sawit yang tidak kuat narasinya akan cenderung terprovokasi oleh narasi perusahaan. Itu pola gerakan dari dulu. Sehingga muncul reaksi yang beragam, tidak jadi soal. Itu dinamika," tegasnya.
Komentar Via Facebook :