Berita / Nusantara /
Staf IT Duta Palma Juga Dicecar Penyidik Kejagung Terkait Penyerobotan Lahan di Inhu
Pekanbaru, elaeis.co - Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Rabu (27/7), kembali memanggil dua orang saksi baru dalam penyidikan kasus dugaan penyerobotan lahan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Dua orang saksi yang dipanggil dan dicecar berbagai pertanyaan oleh penyidik hari ini yang pertama adalah HH selaku Direktur Pengaturan dan Penetapan Hak Atas Tanah dan Ruang pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI (ATR/BPN).
Selain pejabat di Kementerian ATR/BPN, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana menyebutkan, penyidik juga memeriksa Staf IT PT Duta Palma Group berinisial RA.
"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan pelaksanaan yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu," ungkap Ketut dalam keterangan tertulisnya yang diterima elaeis.co.
Diketahui, dalam kasus ini JAM-Pidsus Kejagung belum menetapkan tersangka. Namun, penyidik telah menentukan targetnya. Yakni pemilik atau owner Duta Palma Group, Surya Darmadi, yang diketahui keberadaannya saat ini di Singapura.
Penyidik bahkan telah memanggil yang bersangkutan sebanyak lebih dari tiga kali. Namun Surya belum juga memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa, walaupun statusnya untuk diperiksa masih sebagai saksi.
Sebelumnya, Ketut juga mengatakan bahwa pihaknya juga akan berkoordinasi dengan pemerintah Singapura untuk memulangkan Surya Darmadi ke tanah air untuk mempermudah penyidikan.
Pihaknya juga akan mempertimbangkan untuk penjemputan paksa apabila Surya melakukan tindakan-tindakan yang tidak kooperatif dalam kasus yang menjerat perusahaannya itu.
"(Penjemputan paksa) itu opsi terakhir. Karena berada di luar (negeri), maka harus komunikasi dengan pihak luar dulu. Tidak bisa langsung jemput paksa begitu, karena terkait dengan otoritas kewenangan negara lain," kata Ketut kepada elaeis.co, Kamis (21/7) malam.
"Kalau bisa dipulangkan oleh negara itu alias dideportasikan, itu lebih baik. Tapi kita belum ada melakukan koordinasi dengan pihak mereka (Pemerintah Singapura), tunggu saja ke depannya opsi apa yang akan dilakukan penyidik," sambungnya.
Diketahui, dalam kasus ini Kejaksaan Agung telah menyita sejumlah aset milik PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu. Berupa dua pabrik kelapa sawit dan lahan perkebunan seluas 37.095 hektare.
Komentar Via Facebook :