Berita / Nusantara /
Stok Menipis, Pedagang Jual Migor Curah di Atas HET
Jakarta, elaeis.co - Stok minyak goreng (migor) curah di Provinsi Jawa Tengah (Jateng) semakin menipis. Bahkan janji pemerintah pusat untuk menyalurkan 3.000 ton migor curah pada tanggal 3 April lalu ke provinsi itu sampai sekarang tak kunjung terealisasi.
"Sampai hari ini ternyata jatah minyak goreng untuk Jateng belum juga kita terima. Jadwal semula datang tanggal 3 April dengan jumlah 3.000 ton, tapi sampai sekarang barangnya belum ada," kata Gubernur Jateng Ganjar Pranowo yang diunggah di akun media sosialnya, Selasa (5/4/2022) malam.
Ia sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke dua perusahaan di kawasan Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, untuk memastikan ketersediaan migor, tetapi belum juga ada kejelasan.
"Saya harap jangan ada yang main-main. Akan saya kejar terus sampai tuntas persoalan minyak goreng ini," kata kader PDI Perjuangan ini. Ia lalu menyertakan akun @kemendag, @kemenperin_ri, @kementerianbumn, dan @divisihumaspolri agar mau memperhatikan persoalan ini.
Tak cukup hanya sidak di pelabuhan, Ganjar juga mengecek langsung ke Pasar Bulu, pasar tradisional di Kota Semarang. Di laman resmi milik Pemerintah Provinsi Jateng disebutkan harga migor curah di Pasar Bulu yang seharusnya Rp 14.000 per liter ternyata dijual pedagang Rp 20.000 sampai Rp 22.000 per liter.
“Berarti minyak goreng curah HET Rp 14.000 per liter itu hoaks ya bu,” canda Ganjar kepada salah satu pedagang.
“Ternyata dari informasi yang kita dapat dari pedagang, itu banyak pemainnya. Jadi, para pedagang ini beli dari orang lain sudah harga Rp18.000. Jadi rasa-rasanya, model distribusinya harus diubah,” kata Ganjar lagi.
Ia menilai sistem distribusi migor curah yang disubsidi pemerintah seharga Rp 14.000 per liter memang harus diubah. Menurutnya, tidak bisa lagi migor curah dilepas ke pasaran tanpa ada pantauan.
“Kalau seperti ini, relatif konsumen tidak akan dapat harga Rp14 ribu. Yakin saya nggak mungkin. Maka sistemnya harus diubah, model distribusinya harus tertutup. Namanya subsidi, harus diberikan satu per satu dan langsung ke pedagang,” kata dia.
“Mungkin penting juga ada semacam identitas pedagang untuk menebus minyak goreng ini. Kalau tidak, selalu ada permainan. Ada middleman yang bermain dan ambil untung banyak. Selain itu, gagasan agar pabrik mendistribusikan dan mengawasi langsung ke pedagang, menurut saya bagus dan bisa diterapkan,” tegasnya.
Komentar Via Facebook :