https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Sudah Melihat Bukti, Para Petani ini Ogah ke Lain Hati

Sudah Melihat Bukti, Para Petani ini Ogah ke Lain Hati

Petani swadaya anggota DPW APKASINDO Papua Barat melakukan perawatan bibit sawit produksi PPKS Medan di lahan penangkaran seluas 27 hektar (Foto: Dorteus Paiki)


Manokwari, Elaeis.co - Duet Benny Indai dan Dorteus Paiki selaku Ketua dan Sekretaris DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Provinsi Papua Barat layak diacungi jempol. Keduanya berhasil menggerakkan para pengurus asosiasi tersebut membantu realisasi Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Sudah ribuan hektar kebun sawit milik petani di berbagai kabupaten dibantu sehingga bisa di-replanting atau diremajakan.

"Tahun 2020 yang sudah ikut PSR sebanyak 2.044 hektar milik 1.020 petani. Tahun ini kami bantu mengajukan 1.500 hektar untuk ikut PSR,” kata Dorteus Paiki kepada Elaeis.co, Senin (15/11/2021) sore.

Menurutnya, proses pengajuan PSR tahun ini mengalami keterlambatan karena mereka masih menyesuaikan diri dengan aturan baru terkait transfer dana PSR yang ditetapkan BPDPKS. “Kami sedang mengajukan ikut program PSR untuk tahap ke enam,” kata Ketua Koperasi APKASINDO Papua Barat ini.

Menurutnya, saat ini seluruh dokumen PSR milik petani masih ada di tingkat kabupaten. Dia berharap pekan depan proses verifikasi sudah bisa tembus sampai ke pemerintah pusat.

“Dua bulan terakhir datanya sudah siap semua. Dan kalau usulan yang tahap ke enam ini sudah tembus dari provinsi ke pusat, maka selanjutnya kami akan masuk ke usulan PSR tahap ke tujuh. Desember nanti tahap ke tujuh mungkin sudah bisa masuk," paparnya.

“Dalam waktu dekat kami akan melakukan tumbang perdana di salah satu desa yang sudah cair dana PSR-nya,” tambahnya.

Kegigihan para pengurus APKASINDO tersebut ternyata tak luput dari perhatian Pemkab Manokwari. “Kami akan dapat hibah berupa dua unit traktor yang akan digunakan untuk pembersihan lahan kebun sawit yang akan ikut PSR,” ungkapnya.

Menurutnya, keperluan bibit peserta PSR dipasok dari penangkaran yang dikelola APKASINDO Papua Barat. Menurut Dorteus, di penangkaran seluas 27 hektar tersebut tersedia 57.000 bibit, umumnya varietas DxP Simalungun produksi Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan.

Dia menjelaskan bahwa penangkaran itu sudah disertifikasi dan mendapatkan penilaian Grade A dari otoritas terkait. Berdasarkan penilaian tim penilai dari balai benih, tingkat kegagalan perawatan bibit sawit di penangkaran mereka hanya 7 persen dari 57.000 benih yang disemai.

"Kami berhasil dapat grade A walau kami adalah penangkar pemula. Ini selain karena bibitnya yang unggul dari PPKS, juga faktor tanah yang mendukung serta perawatan yang intensif dan kontiniu," bebernya.

Menurutnya, penangkaran itu memilih bibit sawit dari PPKS karena para petani sawit di Papua Barat yang dulunya adalah plasma dari PTPN II sudah menggunakan bibit produksi Marihat.

"Masyarakat di sini sudah terbiasa, sudah 30 tahun lebih umur sawit Marihat itu dan masih produksi sampai sekarang. Selama ini hasilnya bagus. Sudah dicoba menawarkan bibit sawit dari produsen benih lain, namun petani menolaknya,” urainya.

Kata dia, produksi kebun yang menggunakan bibit Marihat bisa mencapai 2-3 ton TBS per hektar per bulan. Saat musim trek, hasil panennya satu setengah ton per hektar per bulan.

"Makanya petani sawit di Papua Barat lebih senang dan percaya pada bibit sawit produksi PPKS. Karena petani sudah melihat buktinya," kata Dorteus. 

“Varietas DxP Simalungun dipilih karena sebagian lahan petani berbukit. Varietas Simalungun cocok untuk lahan jenis itu,” tambahnya. 


 

Komentar Via Facebook :