Berita / Nusantara /
Sertifikasi ISPO 2 KUD di Rohil Riau
Sukses, Tapi Masih Dibelit Utang
Jakarta, elaeis.co – Masih jelas tergambar di benak Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) ini gimana Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal Moeldoko begitu semangat mengobarkan sawit berkelanjutan.
"Bahwa sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) itu dijalankan demi kebaikan semua pihak. Petani kelapa sawit adalah bagian yang tak terpisahkan dari Industri sawit Indonesia. Untuk itu Apkasindo musti jadi garda terdepan membantu petani sawit menuju ISPO.
Lagi-lagi saya ingatkan, Apkasindo harus berguna untuk semua petani sawit. Jangan takut, saya akan menjaga petani sawit dari Sabang sampai Merauke, bekerjalah sesuai visi dan misi organisasi,” begitu arahan Ketua Dewan Pembina DPP Apkasindo ini pada acara ulang tahun Apkasindo ke-20 di salah satu hotel di Jakarta, November tahun lalu.
Waktu itu mantan Panglima TNI ini terang-terangan mengapresisasi kerja keras Apkasindo yang sudah berhasil membantu dan menggabungkan strategi Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan sertifikasi ISPO di dua KUD peserta PSR binaan Apkasindo; Himpunan Kerukunan Petani Perkebunan (HKP2) dan KUD Subur Makmur di Rokan Hilir, Riau.
Dan di momen itu pula Sertifikat ISPO itu diserahkan langsung oleh Dirjen Perkebunan yang saat itu masih dijabat Kasdi Subagyono, Direktur Penghimpunan Dana BPDPKS, Sunari.
Moeldoko, Komisi ISPO, Azis Hidayat, Council of Palm Oil Production Countries (CPOPC) Dupito Simamora dan Dirut Mutu International, Arif Lambaga ikut menyaksikan langsung penyerahan itu.
"Menteri Pertanian dan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan juga menyaksikan secara daring,” cerita Gulat kepada elaeis.co tadi malam.
Yang membikin Apkasindo sangat bahagia kata Gulat, penerima sertifikat ISPO tadi adalah koperasi yang kebunnya ditanam perdana oleh Presiden Jokowi Mei 2018 lalu dan ditanam Perdana oleh Pak Moeldoko Februari 2019.
“Ini surprise buat kami, ini menjadi penyemangat untuk bisa kembali membantu rekan-rekan petani PSR,” suara lelaki ini bergetar.
Begitu Perpres ISPO diteken Presiden Jokowi kata ayah dua anak ini, meski terasa berat, Apkasindo memang sudah langsung tancap gas menjalankan amanah itu.
Biar tidak melulu berat, Apkasindo mengklasifikasikan ISPO menjadi dua; Absolute Sustainable dan Relative Sustanable.
Untuk korporasi namanya Absolute Sustainable, sementara untuk petani, Relative Sustainable. Yang terakhir ini dibagi pula dalam 4 tipologi; Pertama, Platinum Sustainable pekebun yang memang sangat lengkap dokumennya. Misalnya peserta PSR.
Tipologi kedua adalah Gold Sustainable. Ini untuk pekebun yang sudah layak ISPO tapi masih ada satu atau dua dokumen yang kurang.
Tipologi Ketiga adalah Silver Sustainable. Pekebun yang memiliki kekuranglengkapan 2-3 dokumen namun secara prinsip sudah layak ISPO. Misalnya belum ada STDB, histori agronomis tidak tercatat dengan baik. Semua kekurangan ini masih bisa menyusul.
“Inilah cara kami membagi kelompok yang ringan dan yang berat, biar enggak keburu mumet duluan kami petani ini," ujarnya.
Filosopi tipologi tadi lanjut Gulat adalah tipologi ketiga perlahan-lahan di upgrade ke tipologi kedua, tipologi kedua perlahan pula di upgrade ke tipologi pertama.
"Yang penting niat pemerintah sungguh-sungguh menolong pekebun menjadi sustainable smallholder,” urai lelaki 48 tahun ini.
Hanya hitungan bulan, Apakasindo pun bisa membuktikan kinerjanya lewat dua KUD tadi. “Meng-ISPO kan petani PSR sangat mudah, hanya butuh waktu dua bulan lantaran semua dokumennya sangat lengkap,” kata Auditor ISPO angkatan XVIII ini.
Tapi kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini sontak terdiam cukup lama saat elaeis.co balik cerita bahwa ada kabar yang bilang kalau petani masih terutang untuk biaya sertifikat ISPO itu.
“Iya sih, belum bayar,” Gulat nyengir. “Soalnya duitnya belum cair dari BPDPKS. Kami sudah surati kok. Kami yakin itu bakal segera dibayarkanlah. Semua dokumen persetujuan bayar sudah lengkap. Rekomtek dari Dirjen Perkebunan juga sudah keluar 10 bulan lalu. Jadi, enggak mungkin enggak dibayarlah, apalagi yang tanam perdananya Presiden dan Kepala KSP” ujar Gulat yakin.
Keyakinan itu makin kuat lantaran cerita yang didapat lelaki ini, pemasukan BPDPKS dari Pungutan Ekspor (PE) setiap bulannya sangat besar, triliunan rupiah,
“Sementara biaya sertifikasi ISPO untuk dua koperasi itu, enggak sampai Rp300 juta kok,” tambahnya.
Komentar Via Facebook :