Berita / Nusantara /
Sungai Tercemar Limbah, Warga Tutup Jalan Perusahaan
Jakarta, Elaeis.co - Limbah dari perusahaan perkebunan sawit PT Seberuang Estate (SBRE) diduga mencemari sungai yang ada di Desa Sentabai, Kecamatan Silat Hilir, Kabupaten Kapuas Hulu. Akibatnya, warna air sungai berubah.
Menurut warga, pencemaran sudah berlangsung lama, namun belum ada tindakan terhadap perusahaan tersebut. Kesal, sejumlah warga Desa Sentabai melakukan penutupan terhadap akses jalan menuju PT SBRE sejak Jumat (9/7) lalu.
Masyarakat menuntut perusahaan tersebut membayar kompensasi atas kerugian yang dialami warga akibat pencemaran itu. “Masalahnya, limbah sawit PT SBRE ini sudah mencemari sungai dan danau sehingga nelayan tak bisa menangkap ikan,” kata warga Desa Sentabai, Edi Saputra, dikutip Warta Pontianak, kemarin.
Menurutnya, bulan Maret silam pihak perusahaan sudah mengurus kompensasi limbah tersebut di kantor kecamatan. “Saat itu soal kompensasi limbah sawit sebesar Rp 200 ribu dikalikan selama 3 tahun sudah dibicarakan saat rapat dengan muspika,” ungkapnya.
Edi menegaskan, warga tidak akan membuka akses jalan sampai tuntutan terkait kompensasi dan pembersihan sungai tidak dilakukan oleh perusahaan. “Dengan adanya penutupan jalan PT SBRE ini, kita harapkan dari perusahaan benar-benar mengurus masalah ini. Jika tuntutan kami ini direalisasikan, silakan pagar itu dibuka dan perusahaan dipersilakan bekerja seperti biasa,’ ucapnya.
“Kami sebagai warga masyarakat juga berharap pemerintah daerah khususnya dari Dinas Lingkungan Hidup agar dapat meninjau kembali Amdal perusahaan PT SBRE, apakah masih layak atau tidak,” tambahnya.
Sementara itu, Kapolsek Silat Hilir Ipda Didik Rianto, mengatakan, akses yang ditutup oleh warga adalah jalur perusahan untuk mengambil tanda buah segar (TBS). “Warga yang menutup jalan sekitar 30-an orang,” katanya.
Dia menjelaskan, permasalahan ini berkaitan dengan tanaman eceng gondok yang ditanam perusahaan sawit di sebagian Sungai Centu. Akibatnya alir tidak mengalir. Tujuan menanam eceng gondok oleh perusahaan adalah untuk mengendapkan kadar racun dalam tanah.
“Permasalahan ini muncul sejak tahun 2020, sekitar November atau Desember,” ucapnya.
Soal limbahnya parah atau tidak, dia mengaku tidak tahu. “Kita mengimbau kepada masyarakat dan pihak perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan ini dengan kepala dingin dan hati yang bersih. Tetap pada aturan yang berlaku, kemudian duduk bersama, serta tidak ada tindakan anarkis. Insya Allah ada jalan terbaik untuk keduanya,” tutupnya.
Komentar Via Facebook :