Berita / Bisnis /
Tak Mudah Mengurusi si 'Nyonya Tua'
Pekanbaru, elaeis.co - Munculnya Pertamina sebagai pengelola ladang minyak dan gas Blok Rokan, jelas-jelas membikin orang Indonesia bangga.
Sebab setelah puluhan tahun lapangan minyak itu dikeduk oleh perusahaan Amerika, PT. Chevron Pacific Indonesia (CPI), akhirnya bisa juga kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
Hanya saja, lapangan yang dijejali lebih dari 6000 sumur itu tidak segar lagi, sudah tua dan bahkan sebahagian sudah bangkotan. Tak salah kalau sumur-sumur ini disebut 'nyonya tua'
Itulah makanya tak aneh kalau beberapa tahun belakangan, produksi sumur-sumur itu terus menurun.
Biar produksinya meningkat, satu-satunya pilihan adalah melakukan eksplorasi untuk menemukan sumber-sumber baru.
"Bersama SKK Migas, Komisi VII sudah mendorong supaya eksplorasi dilakukan, tapi pertanyaannya, apakah duit untuk itu ada? Sebab modal untuk itu sangat besar," kata anggota Panitia Kerja (Panja) Minyak dan Gas (Migas), Abdul Wahid saat berbincang dengan elaeis.co di Pekanbaru, dua hari lalu.
Lantas, lantaran kondisi lahan tambang yang didapat Pertamina bisa dibilang tak begitu menggiurkan, Wahid pun jadi sering bertanya soal kesanggupan duit Pertamina mengelola Blok Rokan itu.
Soalnya kata ayah dua anak ini, dalam setahun, duit yang dibutuhkan untuk operasional mencapai Rp30 triliun.
"Ada enggak segitu uang Pertamina dalam setahun? Jangan nanti gara-gara modal, terjadi decreased production atau penurunan produksi yang luar biasa. Di Blok Rokan ini, minyaknya kebanyakan heavy oil lho, ngadat saja sebentar operasionalnya, minyak akan beku. Butuh banyak duit lagi buat mengencerkan," kata Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Provinsi Riau ini.
Pertanyaan seperti itu dimunculkan Wahid, bukan berarti Komisdi VII ragu dengan duit yang dimiliki Pertamina.
"Hanya bertanya. Sebab ini kali pertama Pertamina mengelola blok seluas itu. Seperti yang saya bilang tadi, produksi menurun terus, sementara cost recovery baru bisa dibayarkan setelah produksi laku," ujarnya.
Tak hanya soal kesanggupan duit Pertamina tadi sebenarnya dikhawatirkan Wahid, leability atau hutang yang musti dilunasi, juga jadi pikiran.
"Jangan nanti leability yang mestinya tanggungan CPI, beralih jadi tanggungan Pertamina. Kejadian semacam ini selalu ada. Bisa jadi lantaran proses transisinya tak cermat atau malah ada yang kongkalikong. Bisa saja kongkalikong terjadi, tergantung siapa yang pandai memainkan," katanya.
Secara keseluruhan kata Wahid, proses transisi sudah mencapai 85%. Semua urusan sistem, sudah beres beres, termasuk karyawan CPI yang masih mau bekerja, sudah diambil oleh pertamina menjadi pekerjanya.
Yang belum beres itu paling soal transisi Local Business Development (LBD) yang selama ini menjadi program CPI, Enhanced Oil Recovery (EOR) Surfaktan dan pengelola pembangkit listrik dan uap; Cogeneration (Cogen).
"LBD itu musti ditransisikan dan harus diakomodir oleh Pertamina. Sebab ini menyangkut kepentingan masyarakat lokal, jadi kita minta supaya Pertamina memasukkan itu dalam bagian dari yang harus ditransisikan," pintanya.
Lalu soal Participating Interest (PI) yang menjadi hak Pemprov Riau kata lelaki asal Indragiri Hilir ini, bisa saja itu dibikin dalam bentuk uang ready, bisa juga gendongan.
"Maksud gendongan itu adalah saham kosong yang berangsur diisi dari bagi hasil untung, sampai mencukupi. Nanti PI itu bisa ditarik lagi," dia mengurai.
Terus terkait ekosistem dan ekologi, sampai saat ini kata Wahid masih debateble. CPI sudah menaruh duit jaminan sekitar US$265 juta di kas Negara untuk memulihkan lingkungan.
"Kalau saya sih mintanya minimal US$1 miliar. Soalnya Blok Rokan kan luas, berarti luas juga yang musti dipulihkan," katanya.
Tadinya Blok Rokan adalah Production Sharing Contract (PSC) antara Pertamina dan CPI yang dimulai tanggal 9 Agustus 1971.
Lewat persetujuan Menteri Pertambangan kala itu, PSC sempat diamandemen dua kali; tanggal 24 Desember 1983 dan tanggal 15 Oktober 1992.
Adapun luas Blok Rokan itu mencapai 9.898 km2.
Kontrak awal berlangsung hingga 8 Agustus 2002 dan kontrak kedua berakhir 8 Agustus 2021.
Lepas kontrak pertama, 35% area tambang itu dikurangi 35%. Yang tersisa 65% atau seluas 6.433 km2, itulah Blok Rokan sekarang. Blok ini disebut juga Blok Kangguru lantaran bentuknya dalam peta seperti Kangguru.
Blok Kangguru dioperasikan CPI di tiga lapangan minyak utama: Duri, Minas dan Bekasap. Ada sekitar 6.178 sumur di Blok Kangguru ini.
Lapangan Duri memproduksi minyak yang dikenal dengan nama Duri Crude. Lapangan Duri ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi tahun 1958.
Lalu lapangan Minas adalah lapangan minyak terluas yang pernah ditemukan di Asia Tenggara. Lapangan ini ditemukan pada 1941 dan mulai berproduksi tahun 1952. Minas menghasilkan Sumatera Light Crude (SLC).
Terakhir lapangan Bekasap, lapangan ini adalah lapangan minyak kecil produktif yang memproduksi light crude.
Komentar Via Facebook :