https://www.elaeis.co

Berita / Pojok /

Tak Nampak

Tak Nampak

L.N. Firdaus saat memancing di Pulau Sabang, Aceh, 2021. Foto: dok. pribadi


Pernah kah menikmati sebutir debu atau serbuk melesak masuk dan lekat di mata? Apa yang terasa? Seketika tangan bergerak dan jari mengusap-usap pelupuk mata hingga berair macam hendak menangis.

Ya, debu sebagai partikel yang melayang di udara. Ukurannya sekitar 1-500 mikron. Tapi tengoklah dampaknya. Mata menjadi perih. Tak selesa. Pun tak mudah mencungkil debu dari mata. Kadang sampai merendamkan bola mata dalam air sambil terkebil-kebil agar dia larut dalam massa air. Baru plonk….

Perkara habits (kebiasaan) macam debu juga. Dia bemula dari perilaku-perilaku sekecil debu. Apatah lagi perilaku itu diperagakan anak-anak kecil yang masih mentah dan hijau.

Hal-hal kecil memang sering disepelekan. Setelah yang kecil itu membesar, yang lemah jadi menguat, yang lunak jadi mengeras, yang tak nampak jadi nyata, barulah pening tujuh keliling.

Kecil jadi kawan, setelah besar menjadi lawan. Sebab itu orang tua-tua selalu memberi amaran dalam mendidik anak, “kalau kecil tak dilatih, setelah besar orangtua nya letih”. Dah tak mempan dinasehati.

Demikian lah gelagat sebuah kebiasaan. Kalau perilaku kecil yang diulang-ulang itu adalah perilaku yang baik (positif), tak kesah. Pasti buah yang akan dipetik terasa manis. Ramai orang suka.

Tapi jikalau kebiasaan yang terbentuk itu hasil dari pengulangan perilaku tak baik (negatif), maka pahit lah terasa buah yang dicicip. Ramai orang menyumpah.

Menghadapi realitas yang tak sedap ditengok mata itu, jadi teringat kearifan dari orang tua-tua: “kalau tahu peria pahit, tak kan kumakan sejak semula”.

Kenapa perilaku kecil sering dianggap perkara yang sepele? Semua bemula dari cara memandang (persepsi). Persepsi adalah apa yang dapat kita “lihat” dengan mata pikiran kita.

Baca juga: Sila Amalkan

Sebab itu, pengembangan persepsi merupakan kunci untuk mampu berfikir lebih baik. Tesebab kecik dan dampaknya seringkali belum nampak, maka orang banyak tak ambil kira.

Baru setelah dampaknya nyata terlihat, sesal pun timbul. Kadang terlambat sudah. Macam ulah Covid-19 juga. Tak Nampak tapi ramai yang mati tak berdaya.

Virus, ukurannya lebih kecil dari bakteri. Berkisar 20-300 nano meter. Pertama kali ditemukan oleh Adolf Mayer di tahun 1887. Kala itu, ia melihat penyakit bercak kuning pada daun tembakau dan menular ketika dioleskan ke tanaman yang sehat.

Akhirnya, virus diteliti lebih lanjut oleh ilmuwan Rusia Dimitri Ivanovski di tahun 1892. Lalu hasil penelitiannya dikembangkan lagi oleh M Beijerinck di tahun 1899 untuk mencari tahu penyebab penyakit bercak kuning pada tanaman.

Persepsi akan menentukan behavior (perilaku ). Perilaku adalah apa yang kita lakukan (doing). Perilaku yang berulang-ulang akan membentuk kebiasaan. Kebiasaan itu pula yang memperkuat karakter sehingga akhirnya berpengaruh pada nasib kita.

Sebuah pepatah mengatakan, “Tabur lah gagasan, tuai lah perbuatan; tabur lah perbuatan, tuai lah kebiasaan; tabur lah kebiasaan, tuai lah karakter; tabur lah karakter, tuai lah nasib”.

Dalam bukunya “Atomic Habits”, James Clear (2019) mengupas dahsyatnya kekuatan Atomic Habits; tentang bagaimana perubahan kecil dapat memberikan hasil yang dahsyat luar biasa.

Ternyata pengaruh kebiasaan kecil berakumulasi sejalan dengan waktu. Menjadi 1% lebih baik setiap hari selama setahun, akhirnya kita akan memperoleh hasil 38 kali lebih baik di penghujung tahun (1,01365= 37,78). 

Sebaliknya, jika kita menjadi lebih buruk 1% setiap hari selama setahun, maka hasil yang akan kita tuai di penghujung tahun ternyata mendekati Nol (0,99365= 00,03).

Dalam perkara belajar juga macam itu. Kebiasaan-kebiasaan belajar anak-didik yang membuahkan prestasi BESAR, sejatinya merupakan hasil pengulangan dari perilaku-perilaku kecil selama aktivitas belajar. Karena itu latihan adalah mahaguru semua keahlian.

Perubahan yang dihadapi manusia bukanlah menghadapi hal-hal baru, melainkan sulitnya membuang kebiasaan-kebiasaan lama yang sering dianggap sepele.

Kita terkilir bukan tersepak batu atau melantak gunung, melainkan karena menyenggol kerikil. Jangan main-main…!


L.N. Firdaus
Pendidik di FKIP Universitas Riau
 

Komentar Via Facebook :

Berita Terkait :