https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

Tak Perlu DMO dan DPO, PE dan BK Cukup untuk Kendalikan Harga Migor

Tak Perlu DMO dan DPO, PE dan BK Cukup untuk Kendalikan Harga Migor

Tangki penyimpanan CPO di salah satu PKS di Bengkulu penuh karena ekspor macet. Foto: Ist.


Bengkulu, elaeis.co - Pemerintah diminta menghapus kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) karena dinilai menimbulkan risiko ketidakpastian dan menciptakan inefisiensi dalam perdagangan minyak sawit.

Bahkan DMO dan DPO ditengarai menyebabkan permintaan tandan buah segar (TBS) sawit turun dan petani sawit mengalami kesulitan menjual hasil panen.

Pengamat Ekonomi Bengkulu, Prof Dr Ahmad Badawi Saluy SE MM mengatakan, pemerintah tidak mempunyai kajian yang mumpuni terkait kebijakan DMO dan DPO sebelum memberlakukannya. Akibatnya kebijakan ini hanya menghambat kenaikan harga TBS kelapa sawit di daerah. Dengan adanya DMO dan DPO, kegiatan ekspor minyak sawit (CPO) menjadi terhambat dan menyebabkan tangki CPO di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) menjadi penuh.

"Kebijakan ini terbukti inefiensi, seharusnya dihapus. Jika itu dilakukan, harga TBS akan naik dengan sendirinya serta produktivitas dan kesejahteraan petani meningkat," kata Ahmad, kemarin.

Ia menyarankan agar pemerintah menggunakan instrumen selain DMO dan DPO, yakni berupa pungutan ekspor (PE) dan bea keluar (BK) untuk mengendalikan volume ekspor CPO. Sebab hasil pungutan ekspor CPO nantinya dapat digunakan untuk melakukan subsidi minyak goreng (migor) sehingga harga terkendali.

"Kebijakan DMO tidak menurunkan harga minyak goreng, namun menurunkan ekspor CPO yang pada akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi. Sebab selama ini, kenaikan harga minyak goreng bukan disebabkan oleh ketersediaan CPO di dalam negeri, namun karena terjadinya kenaikan harga CPO di market internasional," tukasnya.

Selain itu, naiknya minyak goreng juga dipengaruhi oleh kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang membuat produsen mengurangi suplai sehingga terjadi kelangkaan.

Menurutnya, gonta-ganti kebijakan DMO dan DPO yang dilakukan pemerintah berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi dan sulit dijalankan serta menghambat dan mengurangi daya saing industri sawit.

"Saya sarankan agar pemerintah bertahan pada mekanisme yang telah teruji selama ini, yakni kombinasi antara pungutan ekspor dan bea keluar. Ini lebih menjamin hilirisasi dan peningkatan penggunaan konsumsi domestik baik untuk energi maupun makanan dan oleokimia," ucapnya.

"Misalnya ketika harga internasional CPO naik, pemerintah tinggal menaikan pungutan ekspor, sehingga tidak perlu menunggu sampai minyak goreng menghilang dari pasar. Kalau harga CPO stabil, pungutan ekspor bisa diturunkan pelan-pelan," tutupnya.
 

Komentar Via Facebook :