https://www.elaeis.co

Berita / Nusantara /

TBS Dihargai Murah, Kebun Dibiarkan Terbengkalai

TBS Dihargai Murah, Kebun Dibiarkan Terbengkalai

Parmin (kiri) bersama petani sawit lainnya Sunjoto (kanan) (Erwin wicaksono, Suryamalang.com


Jakarta, Elaeis.co - Sawit yang ditanam Parmin sudah berusia sembilan tahun. Namun tanaman bernama latin Elaeis guineensis itu tak lagi menjadi sumber penghasilan bagi warga Desa Bandungrejo, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, berusia 48 tahun itu.

Sudah beberapa tahun ini kebun sawit Parmin dibiarkan terbengkalai. Meski tumbuh dengan baik di tanah berkarakter karst, pohon sawit tak pernah dirawat dan dipanen lagi. Menurut Parmin, faktor harga tandan buah segar (TBS) yang jauh dari harga pasaran menjadi alasan menelantarkan kebunnya.

"Harga tidak stabil. Sekarang cuma dihargai Rp 800 per kilogram," katanya, seperti dikutip Suryamalang.com.

Dulu, di tahun 2012 silam, Parmin sangat yakin sawit menjadi tumpuan penghasilan. Saat itu, ada sebuah yayasan yang berafiliasi dengan pabrik kelapa sawit (PKS) asal Blitar menawarkan kerja sama menanam sawit dengan keuntungan yang menggiurkan. "Saya lupa nama yayasannya, mereka berikan bibit dan pupuk selama 3 tahun. Masyarakat disuruh menanam untuk menyuplai pabriknya yang ada di Blitar. Dulu waktu sosialisasi dijanjikan harga sesuai pasaran, Rp1.200 sampai Rp1.300 per kilogram," bebernya.

Dari situlah Parmin memutuskan menanami tanahnya dengan kelapa sawit. Di tahun ke empat usia tanam, Parmin mendapati kenyataan yang tidak diharapkan. Hasil panen sawitnya tidak bagus, petani lain di kawasan itu juga bernasib serupa. "Pabrik itu kapasitas produksinya harus banyak, sementara sawit di Malang ini jumlahnya sedikit. Otomatis pabrik itu gak giling," katanya.

Sejak pabrik berhenti beroperasi, Parmin dan petani lainnya menjual TBS ke pengepul. Tapi harga jual tak pernah memuaskan sehingga Parmin memilih tidak lagi mengurus kebun sawitnya. Sebagian lahan yang masih kosong dia tanami dengan tebu. Parmin menggeluti profesi lain di bidang non pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup.

“Banyak warga lain yang sudah menebang sawitnya. Tapi saya tetap biarkan tumbuh liar. Pasalnya ongkos menebang sawit malah bikin tambah rugi,” katanya.

Komentar Via Facebook :