https://www.elaeis.co

Berita / Feature /

Tekad Kuliah Tak Mengeruk Kocek Orangtua

Tekad Kuliah Tak Mengeruk Kocek Orangtua

Ferdi Hernawan. foto: dok. pribadi


Lelaki 18 tahun ini menarik napas lega. Plong. Niatnya untuk kuliah tanpa harus memberatkan kocek orangtua, akhirnya kesampaian. 

Ini setelah penyelenggara Beasiswa Sawit menyatakan bahwa dia lulus menjadi mahasiswa program D3 Jurusan Teknik Industri Agro di Akademi Teknologi Industri Padang (ATIP). Kini dikenal dengan nama Politeknik ATI Padang. 

"23 September 2024 ini, kami sudah mulai kuliah. Tempat kost sudah ada, nggak jauh dari kampus," cerita sulung tiga bersaudara ini saat berbincang dengan Elaeis Media Group melalui sambungan telepon, kemarin. 

Dari sederet warna perjalanan hidup Ferdi Hernawan, ikut beasiswa sawit yang dibiayai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) ini, menjadi salah satu yang paling berkesan. 

"Saya kayak ketiban durian runtuh," begitulah dia berumpama. Soalnya waktu masih sekolah di SMAN 2 Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), Provinsi Riau, dia sudah bertekad untuk tidak sekadar tamat SMA. Harus kuliah! Tapi dengan catatan, enggak boleh terlalu membebani orangtua. 

"Memang, biaya pendidikan itu menjadi tanggung jawab orangtua. Tapi bukan berarti saya enggak terbebani dengan itu semua," ujarnya. 

Yang dirisaukan Ferdi justru, orangtua sudah habis-habisan membiayai dan dia lulus kuliah, tapi kemudian dia enggak bisa memberi 'umpan balik' yang setimpal atas pengorbanan orangtuanya itu.  

"Saya yakin, orangtua saya tidak menuntut (umpan balik) itu, tapi menjadi beban moral bagi saya bila tidak bisa segera memberikan umpan balik," suara lelaki ini bergetar. 

Tekad Ferdi tadi, tidak sekadar tekad. Dia membuktikan itu dengan berusaha mencari informasi gimana caranya supaya bisa kuliah tanpa benar-benar membebani kocek orangtua. 

Singkat cerita, sampai jugalah ke telinga Ferdi kalau BPDPKS punya program Beasiswa SDM Sawit. "Saya langsung pastikan saya ikut seleksi. Program ini pas pula dengan latar belakang saya yang anak petani sawit," ujarnya. 

Setelah dinyatakan lulus dan tinggal menjalani pendidikan, kebahagiaan itu tidak hanya milik Ferdi, orangtua dan kedua saudara kandungnya pun bangga atas apa yang telah dicapainya.
                       
            ____________________________________________________________________________

Ferdi Hernawan lahir di Desa Pasir Utama, Kecamatan Rambah Hilir Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) Provinsi Riau pada 6 September 2006 silam. 

Sejak kecil, dia sudah akrab dengan sawit lantaran dia memang lahir dan besar di kawasan sentra sawit. Dia malah ikut menjadi saksi hidup seperti apa kemudian sawit mampu mendongkrak ekonomi orang di kampungnya. 

Dan dia juga menjadi saksi hidup gimana sulitnya petani sawit memenuhi kebutuhan bila satu waktu harga sawit terjun bebas. 

Oleh semua situasi itulah kemudian Ferdi jadi tertarik untuk menyelami seluk beluk dan lika liku sawit lebih jauh dan lebih dalam. 

Sebagai anak petani sawit, Ferdi jamak menengok praktek-praktek berkebun sawit orangtuanya, yang menurut dia, masih punya potensi besar ditingkatkan melalui sentuhan teknologi.

Itu pula makanya, melalui beasiswa tadi, lelaki ini menyasar Teknik Industri Agro. Dia tertarik budidaya dengan sentuhan teknologi. 

"Sisi budidaya sawit itu punya tantangan tersendiri. Sebab, ketika populasi penduduk dan ekspansi kebun terus meningkat, tantangan terberat ke depan adalah ketersediaan lahan," dia mengurai.

Nah, melalui sentuhan teknologi kata dia, gimana kemudian dengan luas lahan yang terbatas, petani bisa mendapatkan hasil yang lebih banyak. Hhhmmm...


 

Komentar Via Facebook :