Berita / Nusantara /
Tenera vs Dura, Jangan Merasa Lebih Unggul
Jakarta, Petani sawit diminta jeli dan cermat memilih bibit, apakah akan menanam varietas dura atau tenera. Masing-masing varietas punya keunggulan, prospeknya juga berbeda.
"Tenera saat ini gencar digunakan dalam Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dan itu patut kita dukung. Tenera dipilih karena rendemennya lebih tinggi dan cangkangnya lebih tipis," kata Ketua Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI), Darmono Taniwiryono, kepada Elaeis.co, Selasa (9/11/2021).
Saat ini mayoritas pabrik kelapa sawit (PKS) mengutamakan tandan buah segar (TBS) sawit varietas tenera karena daya rusak cangkangnya terhadap mesin dianggap lebih bisa ditolerir. Karena sabutnya lebih tebal, tenera menghasilkan minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang lebih banyak.
CPO itu, kata Darmono, saat ini banyak dipakai sebagai bahan baku produksi biodiesel seiring program mandatory B30. "Ada juga yang diekspor dan dibuat untuk berbagai produk turunan lainnya," kata Darmono.
Buah sawit dura memiliki rendemen yang rendah, namun intinya lebih besar sehingga minyak inti sawit atau palm kernel oil (PKO) yang dihasilkan lebih banyak dibanding tenera.
"Perlu diketahui, di pasar internasional harga PKO justru lebih mahal dari CPO. Sedangkan PKO yang terbaik itu diperoleh dari dura. Kalau buah sawitnya besar, maka potensi PKO-nya lebih besar," jelas Darmono.
Darmono tak mau terlibat dalam polemik mana yang terbaik dari dua varietas itu. Ia memilih mengajak semua stakeholder sawit memikirkan apa sebenarnya yang dibutuhkan pasar di masa depan.
Kata dia, program mandatory biodiesel memang mampu mendongkrak harga CPO dan TBS saat ini. Namun harus diingat, belakangan ini banyak negara di dunia, baik di benua Eropa maupun Amerika, sudah mulai meninggalkan kendaraan berbahan bakar fosil dan gencar mengkampanyekan penggunaan kendaraan listrik.
Di dalam negeri sendiri penggunaan kendaraan listrik juga sudah mulai dikampanyekan. "Pak Luhut sendiri kan ngomong tentang mobil listrik," kata Darmono menyebut nama Menteri Koordinator Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.
Melihat fakta itu, menurutnya, kebijakan mandatory biodiesel bisa terganjal karena pembelinya akan terus berkurang. “Pasar berubah, nantinya kendaraan digerakkan oleh listrik, termasuk di negara-negara yang menjadi target pasar CPO asal Indonesia,” tukasnya.
Di sisi lain, PKO yang banyak dihasilkan dari sawit dura justru sangat bagus dipakai untuk pembuatan avtur. Jadi, jika program biodiesel bisa terseok oleh penggunaan kendaraan listrik sehingga harga CPO dan TBS turun, tidak demikian halnya dengan PKO.
"Pakar dari IPB, Harry Mekarta, menyebutkan PKO merupakan bahan pembuatan avtur. Kalau kendaraan yang menggunakan biodiesel bisa diganti dengan tenaga listrik, maka pesawat terbang sampai saat ini masih menggunakan avtur, belum bisa pakai tenaga listrik," kata Darmono.
Karena itu ia kembali mengajak semua pihak untuk membaca prospek masa depan saat mau menamam sawit.
"Saat ini tenera sangat bisa memberikan hasil, namun dura pun ternyata memiliki masa depan yang bagus," tegasnya.
Komentar Via Facebook :