Berita / Nusantara /
Tentang Dayak Misik dan Sawit di Kalteng
Palangkaraya, elaeis.co – Urusan umur, lelaki ini sudah tak muda lagi, sudah 67 tahun. Tapi soal fisik dan semangat, lelaki ini masih tegap dengan semangat yang menggelora.
Itulah Jamudin Maruli Tua (JMT) Pandiangan, Ketua DPW Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Kalimantan Tengah (Kalteng).
Belakangan, lelaki ini nampak gusar soal kondisi Kalteng, khususnya nasib masyarakat tempatan yang ada di sana.
Maklum, lebih dari 50 tahun mondar-mandir di negeri Isen Mulang itu, ayah tiga anak ini sudah merasa bagian dari Negeri itu.
"Ratusan kilometer jalan di Kalteng ini yang saya bangun. Saya banyak berbaur dengan orang-orang di kampung. Mereka sudah seperti saudara saya sendiri," ujarnya.
Lantaran sudah merasa saudara itulah bekas pejabat di Dinas PU Provinsi Kalteng ini ingin Kaltim tidak mengulang sejarah suram daerah lain terkait nasib masyarakat tempatan.
Di sampingnya, Dagut H. Djunas, Sekretaris Forum Koordinasi Kelompok Tani Dayak Misik Kalteng nampak manggut-manggut.
"Kami berharap pemerintah memberikan lahan untuk masyarakat Dayak 5 hektar per kepala keluarga. Luasan itu untuk sumber hidup kami kelak. Tidak hanya diberikan, tapi juga dilengkapi dengan Sertifikat hak Milik (SHM)," lelaki 56 tahun menyela, kebetulan mereka sedang berada di sekretariat DPW Apkasindo di kawasan jalan George Obos, Palangkaraya.
Permintaan itu kata ayah tiga anak ini enggak muluk-muluk kalau dibandingkan dengan apa yang sudah diterima oleh warga transmigrasi kiriman pemerintah ke Kalteng.
Mereka diberikan lahan perumahan masing-masing setengah hektar, lahan penghidupan 4 hektar, totalnya 4,5 hektar. "Semua dilengkapi SHM," ujarnya.
"Apa salah jika kami juga meminta 5 hektar per kepala keluarga disaat tanah kami sudah dikapling-kapling untuk para pendatang?" bekas Kabid Tata Ruang Provinsi Kalteng ini bertanya.
"Kalau Apkasindo punya slogan ‘Setara’ dengan korporasi, masyarakat Dayak Kalteng harus setara dengan para pekebun kelapa sawit yang datang ke Kalteng," JMT menimpali pula.
"Jangan malah mereka jadi penonton di hiruk pikuknya perkelapasawitan di Kalteng ini," tambahnya.
Kalaupun tidak bisa menjadi kaya raya kata JMT, setidaknya Dayak bisa sejahtera dari kelapa sawit itu.
"Sudah lebih dari 50 tahun saya hidup di Bumi Kalteng ini. Saya paham dengan mereka. Itulah makanya kami mulai membangun kebersamaan dengan organisasi Dayak Misik ini. Nanti Apkasindo akan berikan pelatihan-pelatihan kepada mereka supaya kelak, 5-10 tahun ke depan, mereka bisa menjadi petani kelapa sawit handal," katanya.
Apkasindo Kalteng kata JMT akan mendampingi Dayak Misik itu membangun dan mengelola kebun kelapa sawitnya.
"Pengalaman tragis yang dialami oleh masyarakat Sumatera Utara musti jadi refrensi penting di Negara ini, bahwa saat ini masyarakat di sana harus membeli kaplingan rumah dari pendatang. Ini kesalahan sejarah yang harus dibedah oleh siapapun intelektual yang ada di negeri ini. Biar yang semacam itu tidak kejadian di Kaltenglah makanya Apkasindo mendorong Dayak Misik untuk jadi tuan di negeri sendiri. Lagi-lagi saya bilang, mereka bukan cari kaya, tapi hidup mereka musti layak, itu harus" tegasnya.
Seperti yang dibilang Dagut tadi, permintaan Dayak Misik itu kata JMT tidak muluk-muluk dan masih sangat memungkinkan.
Sebab lahan di Kalteng masih sangat luas. Tinggal lagi seperti apa kepedulian para pihak pihak, khususnya mereka yang punya kewenangan dan otoritas di birokrasi.
Satu hal yang juga musti dipahami bersama katanya, dari dulu Dayak sebenarnya tidak terlalu tertarik berkebun, apalagi bertani.
"Waktu saya masih bertugas di Kapuas, saya bilang kepada pimpinan saya supaya Dayak jangan dipaksa bertani, sebab kehidupan mereka tidak di situ. Perjalananlah nanti yang menggeser cara berpikir dan kehidupan mereka," ujarnya.
Pergeseran cara berpikir itu kata JMT butuh waktu, sampai nanti mereka benar-benar merasakan bahwa hasil perkebunan itu jadi sumber kehidupan, di situlah mereka mulai serius.
"Nah, yang kita antisipasi dari sekarang adalah, jangan nanti di saat mereka sudah mau berkebun, lahan habis. Kalau ini sampai terjadi, malapetaka yang datang. Kesenjangan akan mucul di saat yang lain sudah menikmati hasil kebunnya. Kalau sudah begini, siapa yang disalahkan?" dia bertanya.
Jadi sebelum itu terjadi, ada baiknya pemerintah, khususnya pemerintah daerah, mempersiapkan itu semua.
"Lantaran kami bergerak di sawit, silahkan, Dayak difasilitasi berkebun sawit. Sebab sawit sudah nyata menjamin pertumbuhan ekonomi. Sebab sawit enggak pernah dimakan wereng, dimakan tikus, apalagi dimakan corona," suara JMT terdengar tegas.
Terkait tekanan pihak luar kepada sawit, JMT minta supaya ahli-ahli maupun para tokoh menengok substansi persoalan yang ada.
"Kenapa membuka hutan untuk tanam padi, singkong, kelapa, mereka tidak ribut, giliran tanam sawit, semua recok, LSM disebar. Ini yang musti dianalisa sungguh-sungguh. Jangan malah disaat seperti itu, kita langsung sibuk membikin dan merubah undang-undang untuk menangkal, membuat Kepres atau Peraturan Pemerintah untuk membungkus. Menurut saya ini kesalahan besar, yang benar itu, lawan habis," pintanya.
Komentar Via Facebook :