Berita / Kalimantan /
Tentang Persoalan PT NIKP yang Tak Ada Habisnya
Jakarta, elaeis.co - Ditemui di rumahnya belum lama ini, pria 53 tahun ini kembali mengupas cerita awal dirinya harus berurusan dengan PT Nusa Indah Kalimantan Plantation (NIKP), yang kini berganti nama PT GAWI.
Mujianta bercerita, awal mula tergoda masuk ke dalam sistem perusahaan kelapa sawit itu lantaran yang membawa korporasi itu Bupati Kutai Timur kala itu, Awang Faruk Ishak.
Sekitar tahun 2009, perusahaan itu pun langsung tancap gas menggarap lahan di wilayah Kecamatan Rantau Pulung, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
"Cerita awal lahan saya seluas 2 hektare yang bersertifikat ikut program plasma perusahaan, karena mereka berjanji kala itu setiap keluarga nantinya akan mendapatkan tambahan kebun sawit seluas 5 hektare jika semua lahan di daerah itu tergarap," kata ayah dua anak itu saat berbincang dengan elaeis.co.
Karena iming-iming itu, Mujianta pun langsung mendatangi pengurus Koperasi Plasma Sari dan memasukkan lahan seluas 2 hektare miliknya ikut program plasma PT NIKP.
"Tapi saya minta keseriusan dari pihak koperasi. Saya minta perjanjian resmi. Kala itu mereka sampaikan iya," kata dia.
Namun, surat perjanjian antara kedua belah sampai saat ini tidak ada. Yang terjadi sedikit demi sedikit lahan masyarakat Rantau Pulung digarap tanpa ada kejelasan.
"Padahal lahan masyarakat lainnya kala itu sebagian sudah ditanami padi gunung. Yang namanya padi gunung kan musiman, jadi kalau bukan musimnya, dibiarkan saja tumbuh semak belukar. Jadi, perusahaan menggarap lahan kala itu kondisinya bukan semak belukar, ada tanamannya," ujarnya.
Hal yang sama juga diceritakan Ervan (32). Sedikit berbedanya, kala itu Ervan sempat mengantongi surat perjanjian dengan perusahaan.
"Tapi cara perusahaan kala itu tidak baik. Sebab setelah lahan digarap baru ada surat perjanjian. Itu pun karena masyarakat sudah mulai marah," ujarnya.
Sebetulnya, lanjut Ervan, kala itu tidak semua masyarakat mau bermitra dengan perusahaan tersebut. Tapi apa daya, lahan mereka sudah kandung digarap.
"Koperasi Plasma Sari pun tidak pernah lakukan rapat anggota tahunan (RAT). Pertemuan antar anggota dilakukan berkat inisiasi para anggota saja. Pihak koperasi memang datang, tapi tanpa laporan apa pun," kesalnya.
Marino, Kepala Desa Manunggal Jaya, Kecamatan Rantau Pulung pun tidak menampik bahwa penggarap lahan masyarakat yang dilakukan perusahaan tanpa ada perjanjian.
Bahkan, yang lebih miris lagi, keanggotaan warga desanya pun dianggap tidak jelas. Padahal, dulunya puluhan masyarakatnya membayar iuran Rp50.000. Namun, tidak pernah sekalipun mereka menandatangani formulir keanggotaan koperasi.
"Jadi, kartu anggota hanya di beri gitu saja tanpa pengisian formulir keanggotaan. Setelah lahan digarap pun tidak pernah ada pernyataan utang atas pembangunan kebun plasma," ujarnya.
"Selama ini tidak pernah disampaikan berapa tagihan anggota dan kapan waktu lunasnya. Pokoknya tak pernah ada pemberitahuan apa pun terhadap anggota," kesalnya lagi.
Yang anehnya lagi, kata Marino, duit yang didapat setiap anggota di lima desa di Kecamatan Rantau Pulung, berbeda-beda. Ada yang Rp2,2 juta lebih per dua bulan, ada juga dibawah itu.
"Tapi sekarang, ada masyarakat yang tidak dapat lagi. Ini yang membikin makin aneh," kata Marino.
Kalau dipikir-pikir, kebun seluas 2 hektare dengan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di bawah Rp 2.500 per kilogram, masyarakat bisa mengantongi minimal Rp5 juta per bulan.
"Ini, status lahan masyarakat saat ini juga terbilang kacau. Pernah suatu ketika, warga bernama Ramli, menganggunkan sertifikat kebunnya ke bank, namun pihak bank menolak karena lahan itu sudah dihadapi ke bank oleh PT NIKP. Jadi, sertifikat yang dipegang saat ini juga tidak ada gunanya lagi," ketusnya.
Untuk itu, Marino bersama 6 kepala desa lainnya menolak perpanjangan hak guna usaha (HGU) perusahaan dan meminta pemerintah menyelesaikan permasalah tersebut.
"Kita berharap pemerintah menyelesaikan permasalahan ini agar warga yang transmigrasi di daerah ini bisa tenang," pungkasnya.
Catatan: Hingga berita ini diterbitkan belum terkonfirmasi ke manajemen PT Nusa Indah Kalimantan Plantation (NIKP).
Komentar Via Facebook :