Berita / Nusantara /
Tentang PP, Guru Besar IPB: Syarat dan Ketentuan Berlaku
Jakarta, elaeis.co - Peraturan Pemerintah (PP) turunan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) terkait Perkebunan Kelapa Sawit jadi obrolan serius dalam #LetsTalkAboutPalmOil sesi 35 yang dipandu oleh Tagor Sitanggang.
Mantan anggota tim serap aspirasi Rancangan PP-UUCK, Prof. Budi Mulyanto didapuk menjadi narasumber.
Dari Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) inilah kemudian ketahuan kalau sederet usulan tim serap aspirasi, tak diakomodir.
Misalnya di PP 23 tahun 2021; bentuk pengelolaan perhutanan sosial dilakukan dengan pola antara lain: tanaman wana tani (agroforestry), wana mina (silvofishery), wana ternak (silvopasture) dan wana sawit.
"Dampak dari ditolaknya usulan itu, kebun kelapa sawit yang masuk dalam kawasan hutan tidak akan bisa lagi dimanfaatkan. Ini akan berpengaruh pada keberlanjutan produksi sawit, kecukupan bahan baku biodiesel terancam dan ekspor akan berkurang yang kemudian berdampak pada hilangnya sumber pendapatan petani sawit," katanya.
Sudahlah usulan tidak diterima kata Budi, PP yang diterbitkan pun strukturnya berubah dari draft yang dipublikasikan sebelumnya.
"Alhasil kami sulit menelusurinya lagi. Sudah begitu, kami juga tidak lagi bisa melakukan apa-apa lantaran tim serap aspirasi sudah dibubarkan bulan lalu," ujarnya.
Kalaupun ada pasal-pasal yang mengakomodir kepentingan rakyat di PP 23 2021 itu kata lelaki 64 tahun ini, kepentingan itu tidak serta merta diberikan. "Tapi pakai syarat dan ketentuan berlaku," katanya.
Misalnya untuk penguasaan tanah paling singkat 5 tahun dan luasnya maksimal 5 hektar. Biar bisa terbebas dari klaim kawasan hutan, rakyat harus memenuhi syarat dan ketentuan; 2 ayat dan 7 huruf. Kuncinya ada pada sebelum ditunjuk menjadi kawasan hutan.
Sementara bagi rakyat yang menguasai lahan itu setelah ditunjuk menjadi kawasan hutan, syarat dan ketentuannya lebih banyak lagi; 4 ayat dan 11 huruf.
Sudahlah harus memenuhi syarat sebanyak itu, tanah yang dikuasai tadi belum tentu bisa langsung dikeluarkan dari kawasan hutan. Sebab bisa saja keputusan yang musti diterima masyarakat, tanah itu menjadi objek perhutanan sosial, atau penggunaan kawasan hutan.
Padahal, sumber pasal lahan 5 hektar itu adalah pasal 23; Penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan negara dilakukan dengan penataan kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan.
"Mestinya hak rakyat langsung dikeluarkan dari klaim kawasan hutan melalui penataan batas. Sebab rakyat sudah menduduki lahan itu sebelum penetapan," katanya.
Kalau seperti ini isi PP kata Budi, tujuan UUCK enggak akan kesampaian. Sebab UUCK dibikin untuk mengatasi konflik peraturan perundangan secara cepat, efektif dan efisien.
Mengharmonisasikan kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk menunjang iklim investasi agar tercipta lapangan kerja.
Memutus rantai birokrasi yang lama dan lebih menjamin kepastian hukum bagi masyarakat dan perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan.
Komentar Via Facebook :