Berita / Sumatera /
Tolong Pak Jokowi! Kebun Sawit Petani di Inhu Dicaplok PT BBSI, Sedih Pak
Inhu, Elaeis.co - Sudah belasan tahun lahan perkebunan sawit milik masyarakat Dusun IV, Desa Talang 7 Buah Tangga, Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), diganggu oleh PT Bukit Batabuh Sei Indah (BBSI).
Kejadian itu sudah terjadi sejak awal 2007 lalu, artinya telah berlangsung selama 14 tahun lebih. Padahal, perusahaan di bidang tanaman akasia itu mustinya membantu warga sekitar arela mereka.
Ada 150 hektar lahan milik Kelompok Tani Talang Permai di dusun tersebut yang masih diganggu anak perusahaan April Grup itu, karena diklaim sebagai kawasan hutan yang menjadi konsesi mereka.
"Kami masuk ke Desa Talang 7 Buah Tangga sekitar tahun 2004. Kami membeli lahan itu dari putra daerah setempat dan juga kepala desanya. Kami bukan asal masuk dan beli gitu saja, kami terlebih dahulu meneliti lahan yang kami beli apakah milik perusahaan atau tidak. Dan di sana kami tidak melihat ada tanda atau pulang bahwa lahan itu milik perusahaan," kata Ketua Kelompok Tani Talang Permai, Samosir, saat berbincang dengan Elaeis.co di Pekanbaru beberapa hari lalu.
Dijelaskan Samosir, saat mereka membelinya dari masyarakat setempat dan kepala desa, lahan tersebut masih berupa semak belukar tua bekas tebang pilih. Dan setelah membelinya, masyarakat mulai menggarap lahan tersebut.
"Namun begitu lahan itu dikelola, ada yang langsung ditanami sawit, ada juga yang berpalawija, kemudian awal tahun 2007 masuklah perusahaan itu mengaku bahwa lahan itu adalah lahan konsesinya," jelasnya.
Dari situlah, kata Samosir, awal mula konflik itu terjadi dan berlarut hingga belasan tahun hingga saat ini. "Mereka ada yang merusak rumah, merusak tanaman, ada juga masyarakat yang ditangkap, dititipkan di kantor polisi dan diintimidasi untuk meninggalkan lahan tersebut," bebernya.
Sejak mengklaim lahan perkebunan masyarakat sebagai konsesinya di tahun 2007, pekerja PT BBSI, ujar Samosir, mulai menanam tanaman akasia di lahan yang sudah ditanami sawit oleh masyarakat. "Jadi di sana ada sawit, ada akasi juga," tambahnya.
Samosir mengaku pihaknya tidak pernah melakukan perlawanan langsung terhadap perlakuan perusahaan terhadap mereka. Namun pihaknya berusaha mendapatkan hak mereka melalui jalur hukum yang benar.
"Sejak tahun 2007 itu masyarakat sudah berusaha untuk mendapatkan kepastian hak melalui sidang tapi dalam sidang itu masyarakat selalu kalah. Karena tidak ada yang mengawal. Masyarakat juga datang ke lembaga bantuan hukum (LBH), tapi solusi tidak ada," katanya.
"Dalam prosesnya dari tahun 2007 pihak perusahaan tetap menanam akasia dan sawit masyarakat juga masih ada. Memang waktu itu kita sepakat agar tidak menggangu tanaman masing-masing, tapi justru sebagian sawit masyarakat malah dirusak bahkan diduga ada yang sengaja dibunuh atau diracun," imbuhnya.
Bukan hanya itu, masyarakat juga telah melakukan mediasi ke aparat desa setempat, kecamatan hingga ke kabupaten. Namun hasilnya malah masyarakat kecewa karena mereka dianggap menempati lahan konsesi perusahaan.
"Malah waktu itu, sekda bilang kalau kami diberi waktu untuk mengosongkan rumah kami dan pergi dari lahan itu. Artinya kan pemerintah mengusir kami dan tetap beranggapan bahwa itu lahan konsesinya perusahaan," ujarnya kecewa.
Samosir berharap, pihaknya bisa mendapatkan kepastian hak atas lahan mereka. Dia juga meminta agar pemerintah segera mencarikan solusi atas konflik yang terjadi.
"Kami kan tidak merambah. Kami membeli dari masyarakat tempatan, dari kepala desa, artinya yang kami tau bahwa itu surat asli dan lahan itu hak kami. Bahkan ada masyarakat yang menjadikan surat itu agunan di bank dan itu diterima. Artinya surat itu kan asli. Ya harapan kami, kami mendapatkan hak atas tanah-tanah kami," pungkasnya.
Sementara itu pihak PT BBSI belum memberikan tanggapan terkait dugaan tersebut.
Komentar Via Facebook :