https://www.elaeis.co

Berita / Sumatera /

Uang TBS Menguap untuk Tutupi Ongkos Angkut

Uang TBS Menguap untuk Tutupi Ongkos Angkut

APKASINDO Aceh Tamiang menyosialisasikan program sarpras ke petani sawit di Kampung Perupok, Kecamatan Banda Pusaka (Dok. APKASINDO Aceh Tamiang)


Banda Pusaka, Elaeis.co - Aceh Tamiang adalah salah satu kabupaten sentra sawit di Provinsi Aceh. Sayangnya, kondisi infrastuktur, terutama jalan dan jembatan, di banyak desa di kabupaten itu rusak parah sehingga petani sawit kesulitan mengangkut hasil panen.

Menyikapi hal itu, APKASINDO Aceh Tamiang mengambil inisiatif menyosialisasikan program sarana dan prasarana (sarpras) yang didanai Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

“Walau tak dibantu Pemkab Aceh Tamiang, kami jalan sendiri ke para petani sawit mandiri di banyak desa yang punya banyak perkebunan sawit tapi masih terisolir dari kawasan lainnya,” kata Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Aceh Tamiang, Muhamad Saleh, kepada Elaeis.co, Kamis (14/10/2021) sore.

Dia sangat optimis, jika terus dikawal, usul proyek sarpras dari petani sawit akan dikabulkan oleh BPDPKS. “Petani anggota APKASINDO Jambi bisa jadi contoh, mereka sukses mendapatkan bantuan sarpras, dibangun infrastuktur jalan senilai Rp 3 miliar lebih oleh BPDPKS,” sebutnya.

Menurutnya, APKASINDO merasa wajib memperjuangkan program sarpras karena saat ini harga tandan buah segar (TBS) petani sawit swadaya di daerah itu hanya sekitar Rp 2.000/kg. “Padahal di Sumut dan Riau sudah lewat Rp 3.000/kg,” katanya. 

Ia mengungkapkan, rusaknya jalan dan jembatan membuat petani sawit swadaya kelimpungan. Sebab mereka tidak punya alat angkut yang memadai untuk membawa hasil panen ke pabrik kelapa sawit (PKS). 

“Saat harga naik pun TBS mereka dihargai murah oleh pengepul. Ini yang terjadi di Kecamatan Banda Pusaka, Sekerak, Tenggulun, dan kecamatan sentra sawit lainnya," ungkapnya.

Kondisi makin memprihatinkan jika ada jembatan yang putus. Para pengepul akan mengirim along-along atau tukang angkut menggunakan sepeda motor dengan keranjang buah ke kebun sawit. “Harga TBS makin tertekan. Dibeli Rp 1.500 atau Rp 1.600/kg,”  bebernya.

“Susah juga menyalahkan para pengepul, mereka juga mengeluarkan duit untuk menjemput TBS. Kalau tak salah, ada tiga kali tahapan transportasi untuk mengangkut buah sawit petani menuju PKS. Artinya, ongkos angkut banyak juga keluar,” imbuhnya.

Satu-satunya cara mengatasi uang TBS yang menguap untuk menutupi tingginya biaya angkut adalah membangun jalan dan jembatan dengan mengandalkan dana dari BPDPKS.

“Saya yakin jika semua syarat dipenuhi, proposalnya akan dikabulkan BPDPKS. Di Jambi sudah dikabulkan, artinya tidak ada yang mustahil. Apalagi yang kami lakukan ini bukan untuk kepentingan pribadi, tapi demi petani sawit,” tegasnya.


 

Komentar Via Facebook :