Berita / Nasional /
Uni Eropa Diminta Tidak Buat Peraturan yang Bernafaskan Imperialisme
Jakarta, elaeis.co - Industri kelapa sawit Indonesia telah menjadi komoditas andalan ekspor nasional dan terus diakselerasi pemerintah untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi. Pada tahun 2022, Indonesia tercatat mampu memproduksi minyak kelapa sawit (CPO) sebesar 46,82 juta ton. Sementara itu, luas perkebunan sawit rakyat mencapai 6,21 juta ha atau 40,51% dari total luas areal perkebunan sawit di Indonesia pada tahun 2022.
“Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia dan lebih dari 16 juta ton diproduksi oleh petani rakyat,” ungkapnya dalam siaran pers, Kamis (7/12).
Namun dia mengingatkan ada ancaman yang tengah mengintai sawit Indonesia, yakni efek kebijakan Uni Eropa yang akan memberlakukan Undang-undang Antideforestasti (EUDR) secara efektif mulai akhir tahun 2024. Menurutnya, ketentuan utama EUDR berpotensi akan sangat merugikan dan menyulitkan para petani sawit skala kecil ini. Diantaranya karena penerapan geolocation plot lahan kelapa sawit dan country benchmarking system yang akan membagi negara dalam 3 kategori. Yaitu berisiko tinggi (high risk), standar, dan low risk atau berisiko rendah.
Produk Indonesia, termasuk sawit, terancam masuk kelompok berisiko tinggi. Artinya dianggap bisa memicu deforestasi dan menyalahgunakan pemanfaatan lahan. Dampaknya, ekspor produk sawit, daging, kopi, kayu, kakao, karet, kedelai, dan turunannya ke Uni Eropa akan terganggu dan harus memenuhi sejumlah syarat melalui uji tuntas. Produk yang menurut UU itu dihasilkan dari proses memicu deforestasi sejak 31 Desember 2020 tidak boleh dijual ke Uni Eropa.
Saat berbicara di Pertemuan Nasional Petani Kelapa Sawit Indonesia APKASINDO di Jakarta, Airlangga menegaskan bahwa apabila sawit Indonesia sudah masuk ke dalam kategori resiko tinggi, maka para petani harus melakukan verifikasi dan membayar surveyor. Itu sebabnya dia meminta petani sawit Indonesia untuk melakukan sertifikasi agar para bisa memiliki data geolocation plot lahan kelapa sawit.
Menurutnya, pemerintah ingin agar sawit Indonesia berisiko rendah. Oleh sebabnya, dia mendorong harus segera diselesaikan APKASINDO terutama terkait verifikasi data keterlanjuran lahan dan Sertifikasi ISPO.
"Pemerintah sendiri sudah membuat joint mission pada bulan Mei 2023 untuk menyatakan keberatan terhadap EUDR. Saya sendiri berangkat dengan Deputy Prime Minister dari Malaysia untuk menggedor pintu Uni Eropa, supaya mereka tidak membuat peraturan yang napasnya imperialisme perkebunan," tandasnya.
Sebagai tindak lanjut joint mission, telah dibentuk Joint Task Force Indonesia-Malaysia dan Uni Eropa yang bertujuan agar implementasi EUDR tidak merugikan negara-negara produsen.
Komentar Via Facebook :